MATARAM – Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lombok Timur, Dedi Sopyan mengungkapkan bahwa sekitar 900 nelayan yang berada di Kecamatan Jerowaru selama ini sudah terdata sebagai penerima Kartu KUSUKA. Namun pencetakan kartu KUSUKA yang dilakukan oleh Bank BNI selama 2 tahun terakhir tidak pernah terealisasi dengan berbagai dalih. Akibatnya banyak nelayan yang kesulitan, selain kesulitan dalam mengakses manfaat utama dari Kartu KUSUKA, juga dalam memperoleh akses untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). Sebab ini salah satu syarat agar nelayan dapat membeli BBM bersubsidi di SPBUN adalah adanya surat rekomendasi untuk dapat membeli BBM bersubsidi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat.
Sementara itu kata Dedi, sedangkan syarat untuk mendapatkan surat rekomendasi adalah nelayan harus memiliki Kartu KUSUKA. DKP sendiri telah memberikan kelonggaran kepada nelayan akibat belum tercetaknya Kartu KUSUKA yaitu, dengan meminta nelayan untuk mencetak Surat Keterangan (Suket) sementara yang menyatakan memang terdaftar sebagai penerima Kartu KUSUKA.
“Nantinya Suket sementara tersebut dijadikan lampiran dalam memperoleh Surat Rekomendasi untuk pembelian BBM bersubsidi di SPBUN,” ungkapnya dalam keterangan resminya.
Dedi mengatakan, terbatasnya jumlah SPBUN yang ada di Kabupaten Lombok Timur, akibatnya akses nelayanan dalam memperoleh BBM bersubsidi sangat terbatas. Sebagai contoh, untuk nelayan yang yang berada di wilayah selatan seperti di Kecamatan Jerowaru, harus membeli BBM bersubsidi di SPBUN Labuhan Lombok yang jaraknya cukup jauh. Selain jauh, jumlah kuota BBM bersubsidi untuk nelayan juga sangat terbatas, sehingga tidak heran ketika nelayan ingin membeli BBM bersubsidi harus mengantre dalam hitungan jam bahkan hari. Untuk menyiasati jarak dan lamanya mendapatkan BBM bersubsidi tersebut, para nelayan akhirnya membeli BBM dari pengecer dengan harga cukup tinggi yaitu Rp. 10.000 per liter untuk jenis pertalite, sedangkan BBM bersubsidi dengan jenis pertalite harganya hanya RP. 7.200 per liter.
“Ketersedian BBM besrsubsidi bagi nelayan pada dasarnya telah dijamin oleh Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan petambak garam,” bebernya tegas.
Ditambahkan Sekretaris KNTI Kabupaten Lombok Utara, Habibi mengatakan permasalahan yang sama disebutnya juga terjadi di Kabupaten Lombok Utara. Habibi menyebutkan jumlah nelayan yang telah terdata sebagai penerima Kartu KUSUKA mencapai 1100 (seribu seratus) nelayan. Namun sama halnya dengan di Lombok Timur, hingga saat ini Kartu KUSUKA tersebut belum dapat tercetak. Bahkan di kabupaten Lombok Utara sendiri, para nelayan terbatas aksesnya untuk mendapatkan BBM bersubsidi karena di Lombok Utara tidak terdapat SPBUN seperti halnya yang ada di Lombok Timur.
“Kita berharap bantuan Ombudsman agar Pelayanan Publik khususnya sektor energi ini dapat terselesaikan,” harapnya.
Ditambahkan anggota FITRA NTB, Hamdi menyatakan bahwa FITRA sudah melakukan investigasi di lapangan khususnya di Kabupaten Lombok Timur. Dari investigasi tersebut diduga kuat ada potensi maladminstrasi dalam pendistribusian BBM bersubsidi bagi nelayan. Sebagai contoh, terdapat oknum-oknum yang bukan nelayan, yang memanfaatkan kedekatannya dengan beberapa nelayan guna mendapatkan pinjaman Kartu KUSUKA. Setelah oknum tersebut memperoleh beberapa Kartu KUSUKA milik nelayan, maka oknum tersebut meminta rekomendasi ke DKP agar dapat membeli BBM bersubsidi, yang kemudian BBM bersubsidi tersbut akan dijual kembali secara eceran.
“Ini yang kami temukan,” katanya.
Sementara, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim mengatakan Selasa (12/07) kemarin menerima aduan langsung dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dan Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI).
Adhar mengatakan Kartu KUSUKA merupakan kartu yang digunakan sebagai identitas tunggal bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan, di antaranya seperti nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pemasar ikan, pengolah ikan, dan pengusaha jasa pengiriman hasil perikanan. Kartu ini sendiri diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2017. Fungsi utama dari Kartu KUSUKA selain sebagai kartu identitas tunggal sebenarnya adalah sebagai basis data dalam hal perlindungan, pemberdayaan, dan pembinaan pelaku usaha kelautan dan perikanan, serta sebagai alat monitoring dan evaluasi setiap program yang diberikan oleh Pemerintah melalui Kementerian.
“Manfaatnya kartu itu dapat memudahkan pelaku usaha kelautan dan perikanan dalam bertransaksi online, memudahkan dalam mengakses pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan memudahkan dalam pengajuan asuransi nelayan (Asnel),” beber Adhar.
Adanya aduan tersebut tentunya akan diatensi Ombudsman. Sebelumnya pihaknya akan melakukan langkah-langkah tertentu sebelum turun ke lapangan. Ombudsman akan mempelajari laporan yang disampaikan. Adhar meminta FITRA dan KNTI melengkapi kembali beberapa dokumen sesuai syarat penerimaan laporan pada Ombudsman.(jho)