Hidup Sebatang Kara, Tidak Dapat Bantuan PKH
Hidup dalam kemiskinan tak menjamin seorang warga bisa otomatis mendapat bantuan, semacam Program Keluarga Harapan (PKH). Seperti dialami lansia bernama Inaq Karnep ini.
AHMAD ROHADI-LOMBOK UTARA
KEHIDUPAN Inaq Karnep, warga Desa Tegal Maja, Kecamatan Tanjung sangat miris. Hidup sebatang kara tanpa ada anak atau suami yang menemani. Perempuan lansia ini tergolong dengan status ekonomi pra sejahtera. Mirisnya, ia dinyatakan tidak bisa masuk golongan penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).
Bukan hanya PKH. Inaq Karnep saat ini belum menerima bantuan program apapun dari pemerintah. Alasannya karena ia belum memiliki catatan Adminduk. Memang baru-baru ini saja warga yang tinggal di atas bukit di sekitar Desa Tegal Maja itu memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) setelah dibuatkan oleh pemerintah desa setempat. “Ia tidak bisa dibantu dengan PKH, karena PKH itu memiliki ketentuan syarat yang jelas,” kata Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos P3A Lombok Utara, Nisanim pekan lalu.
Ia menyampaikan, saat ini pihaknya tengah berupaya untuk dapat memberikan akses bantuan kepada Inaq Karnep. Karenanya saat ini sedang diusulkan masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Jika sudah masuk dalam data itu baru Dinsos mengusulkan program apa yang bisa diakses Inaq Karnep.
Diakui untuk mendapat bantuan PKH Inaq Karnep belum memenuhi syarat, salah satunya kaitan dengan komponen status dalam keluarga. Dimana ia sendiri masuk golongan lansia tunggal, tidak memiliki suami, dan anak yang masuk dalam Kartu Keluarga-nya.
“Komponennya ada jelas dalam juknis penerima PKH, jadi tidak sembarang bisa menerima, kalau lansia tunggal memang tidak bisa menerima bantuan itu,” terangnya.
Mengetahui kondisi Inaq Karnep, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Lombok Utara beberapa pekan lalu telah menyempatkan untuk menyambangi warga pra sejahtera tersebut. Inaq Karnep ditemukan tinggal di pondok reot dengan alas tanah, dan dinding terpal robek. Syukurnya kini telah dibangun rumah oleh Dinas Sosial agar dapat tinggal di tempat yang lebih layak. Pembangunan rumah dari dana BTT dengan ukuran 6×3 meter persegi, senilai sekitar Rp 10 juta.
Koordinator Pendamping PKH Kabupaten Lombok Utara, Zulkarnaen menjelaskan penerima PKH memiliki sejumlah komponen persyaratan. Sesuai Juknis PKH dipersyaratkan mereka yang menerima PKH utamanya harus masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan komponen lain tergolong disabilitas berat, tidak tergolong KK tunggal, ibu hamil, memiliki balita. Jika salah satu diantara diantara komponen yang ditetapkan dapat dipenuhi, maka warga berhak mengakses program PKH selama kouta masih tersedia.
“Saat ini jumlah penerima PKH di Lombok Utara ada sebanyak 21 ribu, berkurang dari tahun 2019 yang dulunya 22 ribu,” tuturnya.(*)