BAIQ MURNIATI FOR RADAR MANDALIKA PERTEMUAN: Anggota DPD dapil NTB, TGH Ibnu Kholil (kanan) bersama Kabid Pemdes DPMD, Baiq Murniati (kiri) saat menghadap Dirjen Bina Pemdes Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, di Jakarta pada bulan lalu.

PRAYA – Sebanyak 15 desa baru dari hasil pemekaran di Lombok Tengah hingga saat ini belum ada kepastian untuk menjadi desa definitif. Menyusul belum keluarnya penetapan desa definitif serta kode desa dari pemerintah pusat. Padahal proses pengusulan penetapan desa definitif sudah lama dilakukan Pemkab Loteng.

Sulitnya mendapatkan penetapan desa definitif serta kode desa itu tidak dipungkiri Kepala Bidang (Bidang) Pemerintahan Desa (Pemdes) pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Loteng, Baiq Murniati. “Sulitnya dapat persetujuan dari pusat,” katanya pada Radar Mandalika, belum lama ini.

Dia menjelaskan, dokumen syarat untuk 15 desa baru hasil pemekaran yang diajukan pihaknya itu memang sudah diklarifikasi oleh tim penataan desa dari pemerintah pusat. Yang terdiri dari antara lain pihak dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Hasilnya, beberapa dokumen persyaratan dinilai pusat belum lengkap.

“Kemarin kan kita ada perbaikan (dokumen persyaratan untuk 15 desa baru hasil pemekaran),” ungkap Murniati.

Sebanyak 15 desa baru hasil pemekaran ini dikatakannya masing-masing ada ada saja ditemukan dokumen persyaratan yang belum lengkap. Itu setelah dilakukan klarifikasi oleh tim penataan desa pusat. Disebutkan, beberapa kelengkapan dokumen persyaratan yang diminta pusat, antara lain berita acara musyawarah, data kependudukan, kelengkapan batas desa.

Dan, perbaikan dokumen persyaratan lain yang diminta pusat adalah laporan penjabat kepala desa persiapan yang tiga tahun terakhir. “(Laporan penjabat kepada desa persiapan) yang kita kirim dulu setahun terakhir saja. Ternyata yang tiga tahun terakhir,” tambah Murniati menerangkan.

Pihaknya pun dikasih tenggat waktu selama 6 bulan untuk memperbaiki kelengkapan dokumen persyaratan desa pemekaran tersebut. Untuk kemudian kembali diajukan ke pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri. “Kita sudah sampaikan perbaikan itu ke pusat pada bulan Juli,” ujar Murniati.

Informasi yang diperoleh pihaknya bahwa tim dari pemerintah pusat akan memverifikasi kembali perbaikan dokumen persyaratan yang sudah diajukan itu. Tapi besar kemungkinan verifikasi akan dilakukan tahun depan. “Tapi kayaknya tahun depan,” kata Murniati.

Sebagai upaya pihaknya agar 15 desa baru hasil pemekaran ini bisa segera mendapatkan kode desa untuk menjadi desa definitif. Murniati menuturkan, pada tanggal 7 September 2021, ia bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapil NTB, TGH Ibnu Kholil, terbang ke Jakarta untuk menghadap Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Dirjen Pemdes) Kemendagri, Yusharto Huntoyungo. Lantas apa hasil pertemuannya?

“Kata pak Dirjen, mereka akan bicarakan dulu di tingkat pusat. Mungkin dengan Bappenas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga terkait dengan persediaan anggaran (dana desa). “(Akan dibahas) dengan Kementerian Keuangan sih terutama,” ujar Murniati.

Artinya, 15 desa baru hasil pemekaran di Loteng untuk menjadi desa definitif itu belum ada kejelasan. Karena belum ada kepastian dari pemerintah pusat terkait kapan keluarnya penetapan desa definitif serta kode desa. “Kalau itu kan mereka akan lakukan proses klarifikasi (dokumen persyaratan) dulu,” kata Murniati.

Yang jelas, pihaknya sudah mengajukan perbaikan dokumen persyaratan desa baru hasil pemekaran. Sehingga pihaknya di daerah hanya bisa menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Apakah akan disetujui atau tidak nantinya. Itu menjadi kewenangan pusat.

“Nanti sebenarnya tim penataan desa pusat itu yang memutuskan. Apakah ini layak atau tidak (untuk menjadi desa definitif),” jelas perempuan berjilbab itu. (zak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *