MATARAM – Pilkada Serentak Tahun ini sesuai jadwal KPU akan berlangsung November mendatang. Salah satu tantangan yang harus dihindari adalah hoax alias berita bohong. Narasumber Diskusi, Fahrul Mustofa mengatakan hoax itu kata lain lelucon, rekayasa dari yang asli yang bertujuan mempermainkan atau membohongi masyarakat.
“Istilah lain berita bohong dalam kontek jurnalistik berita buatan atau berita palsu,” terang Fahrul dalam acara Konsolidasi Media Dalam Rangka Penguatan Pemberitaan Pada Tahapan Pemilihan Serentak Tahun 2024 di Mataram Sabtu pekan lalu.
Arul sapaannya menyanpaikan ciri-ciri hoax oleh Dewan Pers pertama mengakibatkan kecemasan, kebencian dan permusuhan. Lalu sumber berita tidak jelas. Hoax di media sosila biasanya pemberitaannya tidak terverfikasi, tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak-pihak tertentu.
Berikutnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, lanjutnya memantau konten di Internet termasuk hoaks yang beredar mengenai Pemili sejak Januari-Oktober 2023 sebanyak 101 isu hoaks. Angka itu jauh melonjak tinggi dibandingkan tahun 2022 hanya terdapat 10 hoaks.
“Itu artinya peningkatakan hampir 10 kali lipat isu hoaks beredar,” terangnya.
Sementara itu Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat Youtube dan Facebook masih menjadi platform medsos yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks.
Oleh karenanya Arul mengatakan media massa memiliki peran penting dalam menangkal kehadiran hoaks tersebut. Ia kemudian merekomendasikan supaya dilakukan beberapa hal. Pertama gerakan pemahaman masyarakat untuk memahami hoaks berbahaya bagi masa depan bangsa harus terus terus dimasifkan. Berikutnya masyarakat juga harus memimili kemampuan memilih dan memililah mana berita benar dan tidak.
“Kegiatan literasi digital harus terus dilakukan melibatkan multisektor. Hal ini untuk mengkanalisasi juga mencegah bencana infornasi akibat hoaks,” paparnya.
Terakhir katanya perlu peran pers, menyajikan pemberitaan yang benar, sesuai fakta dan berimbang. Pers selain memiliki peran teknis profesional juga memiliki tanggungjawab sosial kebangsaan.
“Karena itu pers Indonesia harus membawa pencerahan,” beber Ketua Forum Parleman DPRD NTB itu.
Sementara itu Ketua Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD), Achmad Satriyo menjelaskan prinsip dasar pers dalam pemilu. Misalanya, independen, disiplin verifikasi, memberikan ruang yang sama, membedakan fakta dan opini, tidak menimbulkan ujaran kebencian dan hujatan serta menjaga imparsialitas di media sosial.
Pers juga memiliki peran penting mengawal proses demokrasi. Sebab selain hoaks dan ujaran kebencian tantangan Pemilu 2024 lainnya politik identitas dan politik sara, politik uang, profesionalisme kredbilitas dan netralitas penyelenggara maupun netralitas ASN.
Satriyo lalu memotret hoaks yang terjadi pada tahapan kampanye Pemilu yang hahya berlangsung 70 hari. Pada 4 Januari 2024 sebanyak 229 konten medsos baik FB, intagram, Tiktok maupun youtube yang berisi hoaks. Pada Desember 2023 hanya ditemukan 61 konten hoaks dan di bulan November justru lebih sedikit hanya 21 konten hoaks.
Oleh karenanya pewarta pada Kantor Berita Politik RMOLID tersebut mengklasifikasi 4 peran media dalam rangka suksesi Pemilu. Pertama, mengedukasi masyarakat dengan tidak menyebarkan hoaks, disinformasi dan mis informasi. Kedua melalukan pencegahan dan pengawasan. Ini dilalukan dengan mengontrol kerja-kerja penyelenggara. Ketiga mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dan juga mendorong penyelenggara terbuka dan informatif.
“Bila perlu media melakukan investigasi informssi mencurigakan yang tidak diungkap penyelenggara Pemilu,” pungkasnya. (jho)