PRAYA – Calon penonton MotoGP Mandalika 2024 mengeluhkan ribet dan mahalnya harga kamar hotel di Lombok menjelang event pada 27-29 September.

Adanya kabar bahwa MGPA dan ITDC selaku pengelola KEK Mandalika yang melempar persoalan melemahnya daya jual tiket MotoGP diakibatkan mahalnya harga kamar hotel di kawasan Mandalika, malah mengusik amarah para pelaku wisata terutama para pengelola hotel di kawasan Mandalika.

“Hotel mahal ini bukan barang baru. Kami jualan kamar, MGPA jualan tiket GP. Kita sama sama jualan, gak pernah kita komplain tiket GP mahal, sirkuit panas dan sumpek.

Transportasi mahal, juga nggak disinggung,” sentil Sekertaris Mandalika Hotel Assosiation (MHA), Rata Wijaya.

Ia menyatakan, pengelola hotel tidak bodoh. Dimana hal demikian memiliki dasar perhitungan dalam lending harga kamar. Lonjakan harga kamar yang terlihat di platform online sudah dengan top up 17-25 persen komisi ke travel agent.

“Soal GP sepi peminat adalah kegagalan pemasar, penyelenggara yang tidak kompeten memasarkan produknya. Kalau mau buka bukaan, selama ini memang pernah jualan kemana? Paling pemerintah sama warga Lombok saja yang pada akhirnya memenuhi sirkuit,” tandasnya.

Kemudian soal warga masyarakat lokal yang menonton MotoGP di Sirkuit Mandalika yang bisa pulang-pergi, ini tidak ada hubungannya dengan soal kamar.

“Kalo beli tiket 10 – 15 juta kenapa komplin dengan harga kamar 2 juta? Kalo buat jual tiket 300 ribuan ngapain capek jual ke luar negeri? Kalo gak mampu sudahi saja GP ini,” katanya menyindir.

Ia menyarankan, apabila ingin menyehatkan pariwisata jangan hanya monohok pada akomodasi pada musim GP saja. Tapi keseriusan dan keguyuban dengan lintas stakeholder yang harus terjalin.

“Gimana mau maju, badan promosi daerah aja kita gak punya. Jangan terlalu berharap dari ITDC lah. Sudah ketebak ujungnya. Besok hasil akhirnya adalah rugi sehingga pajaknya bisa dikorting,” katanya.

Disisi lain, Ketua Himpunan Peramuwisata Indonesia (HPI) Lombok Tengah (Loteng), Syamsul Bahri mengungkapkan, ia sendiri merasakan dampak karena tingginya harga kamar hotel.

“Bukan hanya hotel namun harga transport juga melambung 2-3 kali lipat. Misalkan penyewaan mobil jenis Inova Reborn per harinya Rp 800 ribu menjadi Rp 1,5 juta per hari, bahkan bisa lebih. Minibus jenis Hice Rp 850 ribu per hari naik ke angka  Rp 2 juta bahakan lebih,” bebernya.

Kemudian restoran juga menaikkan harga. Dulunya harag Rp 75 ribu per paket kini menjadi Rp 100 ribu per pack makanan.

Kalau persentasi tamu, katanya,  saat ini mengalami kenaikan. Dimana tahun ini merupakan titik normal pasca pandemi covid 19 dan gempa. Tamu yang kenaikannya signifikan ini terutama bule luar negri.

“Dan kami rasakan sudah normal, tahun inilah puncak normal. Kemudian dimana ini mengacu pada data pengunjung Gili per harinya di saat sebelumnya di angka 3000, namun sekarang sudah mencapai 4000,” ujarnya. (tim)

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 497

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *