TOLAK RITEL MODERN: Sejumlah pengusaha lokal saat menggelar konferensi pers menyatakan sikap menolak masuknya ritel modern di KLU. (Ahmad Rohadi/Radar Mandalika)

KLU – Desas desus kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Utara untuk mengakomodir ritel modern rupanya kembali mendapat penolakan. Kali ini Forum Pengusaha Lokal KLU buka suara, mereka sepakat untuk menolak dengan berbagai alasan. Hal ini diungkapkan kepada awak media di Kecamatan Tanjung, Jumat (6/1/2023).

Koordinator Forum Pengusaha Lokal KLU Yeq Bakar mengungkapkan, tercatat ada 6 tuntutan kepada pemerintah sebagai langkah keberatan adanya ritel modern. Pertama yaitu pengusaha lokal harga mati menolak ritel masuk dengan alasan apapun.

Kedua jika Bupati memaksakan kebijakan tersebut maka semua pengusaha yang tergabung akan melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut pemerintah membatalkan ritel modern. Ketiga pengusaha di KLU juga memiliki karyawan, ketika ritel masuk tentu akan ada pengusaha lokal yang gulung tikar sehingga berimbas pada karyawan mereka.

“Tuntutan lain, seharusnya pemda menstabilkan dan melakukan pembinaan kepada pengusaha lokal. Lalu pembukaan usaha 24 jam oleh ritel modern yang menjadi alasan kami rasa bukan pertimbangan yang bijak, dan terakhir ekonomi pengusaha lokal ini masih belum pulih sehingga jika ada saingan pasti akan kolep lagi,” ungkapnya.

Yeq Bakar selaku pengusaha asal Kecamatan Tanjung menjelaskan, tuntutan tersebut merupakan kesepakatan dari total ratusan anggota pengusaha yang tergabung dalam forum. Mereka merupakan pedagang lokal yang mewakili seluruh kecamatan, sudah barang tentu langkah yang hendak diambil pemda ini akan sangat merugikan mereka.

“Pemerintah tidak pernah melibatkan kami, dengar pendapat dengan pengusaha lokal tidak pernah ada,  kita harap ada sosialisasi sebelumnya atau pemberitahuan. Ekonomi kami saja belum pulih, ditambah masuk ritel kita akan jatuh tertimpa tangga kalau begini,” jelasnya.

Senada dengan Yeq Bakar, Sahrul Ajis pengusaha lokal asal Kecamatan Kayangan mengatakan jika alasan pemda untuk membuka lapangan kerja, bagaimana dengan nasibnya yang juga sebelumnya merupakan tenaga kontrak. Hanya saja, Sahrul justru dirumahkan sehingga ia memilih untuk menjadi pedagang. Maka itu, ketika ritel masuk ke Lombok Utara pasti usaha yang ia rintis akan kalah saing dengan ritel sekaliber Alfamart atau Indomaret.

“Kalau alasannya mengurangi pengangguran, saya ini korban pemecatan apakah kita tidak mati nanti, alasan lapangan kerja itu tidak masuk akal,” katanya.

“Kalau untuk buka 24 jam sebenarnya kami pengusaha lokal siap-siap saja, tapi coba dipikirkan di kami wilayah Kayangan jam 10 malam itu sudah tidak ada orang lalu lalang, kalau kita buka malam siapa yang mau beli,” imbuhnya.

Daya beli masyarakat Lombok Utara dirasa masih sangat rendah, demikian dikatakan oleh salah seorang pengusaha lain yang enggan ditulis namanya. Mengingat rendahnya daya beli masyarakat itu, sehingga sejumlah pengusaha lokal masih menerapkan harga kekeluargaan.

Menurutnya, pengusaha lokal sepertinya yang berada di Kecamatan Pemenang tidak bisa berkompetisi dengan ritel modern. Sebab ritel menerapkan pola potongan harga hingga 50 persen yang mana ketika diaplikasi ke pengusaha lokal maka usaha bisa merugi.

“Kalau di tiga gili ada ritel bagaimana grosir yang ada di Pemenang. Apakah sudah dipikirkan, jangan sampai menambah masalah baru. Kami ini pak, sudah tampung produk UMKM, saya tidak yakin kalau ritel modern bisa menampung produk lokal juga, karena mereka punya standarnya sendiri,” pungkasnya.

Dari hasil diskusi yang dilakukan Forum Pengusaha itu nantinya mereka akan segera bersurat ke DPRD untuk melakukan hearing. Sembari forum mengidentifikasi kembali pengusaha yang belum terdaftar untuk menampung kekuatan menolak adanya ritel modern di Lombok Utara. Mereka berharap supaya Bupati mengurungkan niatnya memberi ruang dan lebih pro kepada pengusaha lokal saja. (dhe)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 321

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *