FENDI/RADARMANDALIKA.ID DEKLARASI : Ketua Pemuda Pancor Bersatu, saat memimpin deklarasi perang melawan narkoba, di gedung Birrul Walidain Pancor Lotim, Sabtu kemarin.

LOTIM – Setelah terbongkarnya pabrik narkoba jenis sabu di Lombok Timur (Lotim), Sabtu (28/11) lalu, Pemuda NW, Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahdlatain (YPH PPD) NW Pancor, dan Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) NTB, melakukan Rapat Koordinasi (Rakor) darurat narkoba. Sekaligus, deklarasi perang melawan narkoba. Rakor darurat dan perang melawan narkoba itu, berlangsung di Gedung Birrul Walidain Pancor Lotim.

Ketua Pemuda Pancor Bersatu, Syarif mengaku sangat khawatir dengan Pancor yang notabenenya lingkungan pendidikan dan menjadi tempat banyak santri menuntut ilmu. Karena pergaulan yang sangat rentan, sehingga kekhawatiran itu sangat tinggi. Apalagi, narkoba tidak mengenal usia dan lingkungan. “Kami benar-benar sangat mengkhawatirkan santri di lingkungan pendidikan ini,” tegasnya.

Setelah terbongkarnya pabrik sabu dan banyaknya tertangkap narkoba, kesepakatan pemuda Pancor, harus ada awik-awik. Baik di tingkat kelurahan atau desa sampai ke lingkungan untuk menyatakan perang melawan narkoba. “Banyak juga pemuda Pancor, mereka mau berhenti. Tetapi ada lagi kelompok lain yang mengajak mereka, dengan berbagai macam iming-iming seperti uang dan lainnya,” kata Syarif.

Marzuki, tokoh masyarakat Pancor menambahkan, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui permasalahan mendasar, menyebabkan mereka terjerumus narkoba. Dengan penelitian, akan tahu langkah apa yang penyelesaian. “Kalau ekonomi menjadi masalahnya, selain dilakukan pemberdayaan untuk pemuda. Bisa diusulkan menjadi sebuah kurikulum lokal, baik di pendidikan dasar menengah sampai perguruan tinggi,” usulnya.

Kepala Bidang P2M BNP NTB, Nur Rochmat, menjelaskan, kontrol sosial semua pihak tak boleh melemah. Ia sangat setuju, wilayah rawan narkoba untuk dibuat awik-awik, atau memiliki sanksi sosial. Karena masyarakat lebih takut sanksi sosial, ketimbang hukum positif. Dimungkinkan juga, membuat regulasi di tingkat desa dan kelurahan. Serta adanya Dana Desa (DD), bisa dialokasikan untuk mengatasi narkoba, serta upaya lain guna pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

Tidak cukup upaya pencegahan sambungnya, tapi juga Bimbingan Teknis (Bimtek) berupa keterampilan agar berubah. Selama ini menjadi kurir dan pecandu, bisa berubah jika memiliki kesibukan yang dapat menghasilkan secara ekonomi. Kalau persoalan ekonomi dan jika tak diatasi dengan ekonomi, ditegaskannya akan sulit juga. “Tidak kalah penting, pengawasan tokoh masyarakat, agama, pemuda dan tokoh wanita. Kadang kami sedih, setelah diberikan bantuan, kemudian ditinggal tanpa ada yang mengawasi dan lainnya,” tandas Rachmat. “Soal awik-awik kami sangat setuju. Apalagi dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes),”  tambah Rachmat menegaskan.

Ia menyebutkan, sesuai Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, sosialisasi tetap dilakukan, baik oleh BNNP, Satuan narkoba Polres dan lainnya. Sosialisasi bahkan masuk kelingkungan dunia pendidikan. Sehingga, siswa hingga mahasiswa paham, dan mengerti tentang jenis dan bahaya narkoba. Mereka sejauh ini setelah tahu, menyebarkan informasi tersebut dan action di lapangan melalui gerakan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) ditingkat SMP dan SMA, serta perguruan tinggi melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Diketahuinya, baru satu perguruan tinggi negeri di NTB, yang melakukan pendampingan melalui UKM Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R). Di sana, bukan saja melayani persoalan narkoba, tetapi juga masalah keluarga dan sebagainya. Sehingga remaja dikatakannya memerlukan tempat curhat. “BNNP NTB juga membentuk Satya Karya Gugus Tugas Depan Anti Narkoba, (Saka) bersama Pramuka se NTB. Ini salah satu kegiatan BNNL dilingkup pendidikan,” terangnya.

Sementara itu, Subhan Hasan, Pelaksana Tugas (Plt) Bakesbangpoldagri Lotim, mengatakan, kearifan lokal harus menjadi perhatian utama. Pemprov NTB juga memiliki program “kampung madani”. Kampung narkoba juga akan menjadi perhatian program “kampung madani”.

“Silahkam buat draf awik-awik. Tapi jangan sampai, setelah buat awik-awik, tidak ada yang mengawal. Karena percuma membuat draf awik-awik tanpa dilakukan pengawalan. Draf awik-awik ini, bisa mulai dari Kelurahan Pancor,” pungkasnya. (fa’i/ndi)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 252

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *