DOK/RADARMANDALIKA.ID POTRET: Salah satu petugas saat mengukur panjang badan seorang anak di salah satu desa di Loteng, belum lama ini.

MATARAM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB harus mengencangkan ikat pinggang dalam menekan angka kasus stunting atau gagal tumbuh pada anak. Pasalnya, NTB sebagai daerah dengan kasus stunting tertinggi keempat secara nasional di tahun 2021.

Hal itu diakui Plh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTB, Samaan, saat ditemui media di sela-sela acara evaluasi rencana tindak lanjut Audit Kasus Stunting (AKS) yang digelar BKKBN NTB dengan mengundang kabupaten/kota di Mataram, Rabu (21/12). “Tadi disampaikan bahwa NTB tahun 2021 masuk urutan ke empat besar tingkat nasional (angka stunting) dengan angka stunting 31,4 persen,” ungkapnya.

Samaan mengatakan, angka kasus stunting tersebut berdasarkan hasil survey Status Gizi Indonesia (SGI). “Survey main sampel. Jadi ndak bisa kita sebutkan,” katanya.

Beda halnya dengan hasil surveilans gizi melalui aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM). Dimana, kasus stunting bisa dilihat dengan jelas. “Itu (jenis) data operasional. By name by address ada datanya,” katanya.

Berdasarkan hasil e-PPGBM tahun 2021, NTB di posisi 28 persen. Namun untuk tahun ini ada penurunan kasus stunting menjadi 16,99 persen. “Oktober kemarin kita sudah sampai diangka 16,99 persen itu,” ujarnya.

Tahun ini, juga dilakukan survey oleh SGI. Namun hasilnya belum muncul. Tapi pihaknya berharap, hasil survey SGI dengan e-PPGBM beda jauh. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2021, perbedaannya sangat besar.

Disampaikan, data hasil SGI itu digunakan pemerintah untuk perencanaan penanganan secara makro. Misalnya, menyangkut soal besaran anggaran, rencana tindak lanjut dan lain sebagainya. “Tapi kalau untuk data ril di lapangan, hasil e-PPGBM itu,” katanya.

Kembali pada acara AKS. Dalam acara tersebut, kabupaten/kota telah memaparkan hasil AKS masing-masing yang dimulai sejak Juni hingga Oktober. Sasaran AKS saat itu yakni calon pengantin, ibu hamil, ibu pascabersalin dan balita atau baluta yang terkena kasus stunting.

“Tujuannya untuk mengetahui apa penyebab stunting-nya. Kalau sudah ada penyebabnya, baru akan dirancang tidak lanjut,” terangnya.

Dari paparan semua kabupaten, ditemukan kasus stunting tertinggi di Kabupaten Lombok Utara (KLU). “Iya KLU tertinggi,” katanya membenarkan.

Berdasarkan catatan hasil AKS di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP2KBPMD) KLU, dari jumlah penduduk 251.045 jiwa, yang menderita stunting sebanyak 5.333 atau 22,99 persen. Jumlah itu tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Pemenang, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Gangga, Kecamatan Kayangan dan Kecamatan Bayan.

Temuan di lapangan, pernikahan dibawah umur menjadi faktor penyebab stunting. Yang mana, pernikahan dibawah umur cenderung melahirkan anak yang tidak normal. Kedua, ditemukan ibu-ibu yang mengalami penyakit Anemia, kekurangan darah, gizi maupun kekurangan energi kronis (KEK).

Selain itu, ada juga faktor yang sifatnya sensitif. Dicontohkannya, pemahaman masyarakat tentang stunting masih rendah. Lalu masih banyak warga yang BAB sembarangan. “Ini (penyebab) sensitif, padahal itu memberikan pengaruh,” jelasnya.

Secara nasional, tahun 2024 angka kasus stunting ditargetkan menurun hingga 14 persen. “Kita optimis 2024 mencapai 14 persen,” kata Samaan.

Diutarakan, BKKBN pusat menjadi ketua Satgas penurunan stunting. Sedangkan di tingkat Provinsi sebagai ketua Satgas itu Wakil Gubernur NTB, Hj. Siti Rohmi Djalilah. “BKKBN (daerah) sebagai sekretaris Satgas,” katanya.

Dalam acara tersebut, berdasarkan data yang dipaparkan pihak dari kabupaten/kota. Kabupaten Lombok Tengah sebagai daerah dengan kasus stunting tertinggi kedua di NTB. Angkanya mencapai 20,08 persen. Tapi, jumlahnya tidak dijelaskan.

Namun, jumlah keluarga yang beresiko menderita stunting mencapai 111.407 orang. Hal tersebut dipaparkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lombok Tengah, Lalu Wiranata.

Dimana, kasus stunting di Gumi Tatas Tuhu Trasna tersebar di 12 Kecamatan. Tertinggi di Kecamatan Praya Tengah dengan angka sebesar 27,9 persen.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri membenarkan jika KLU dan Loteng sebagai daerah dengan kasus stunting tinggi di Gumi Gora. Fikri menyampaikan, data sunting yang mengacu pada e-PPGBM, stunting di NTB di angka 16.99 persen dengan jumlah 76.156 kasus.

“16.99 persen itu pengukuran di bulan Agustus yang sudah kita release,” ujar Fikri, terpisah.

Adapun besaran kasus stunting di 10 kabupaten/kota. KLU sebanyak 5.379 kasus (22.99%), Lombok Tengah 18.683 kasus (20.81%), Lombok Barat 11.587 kasus (18.69%), Lombok Timur 21.589 kasus (17.63%), Kota Mataram 4.462 (17.08%). Kota Bima ada 1.788 (14.18%), Kabupaten Bima 6.003 kasus (13.88%), Dompu 2.715 kasus (13.00%), Sumbawa Barat 1.025 kasus (8.78%) dan terakhir di Sumbawa 2.925 kasus (8.11%).

Kata Fikri, ada beberapa langkah yang dilakukan untuk mencapai target 14 persen kasus stunting secara nasional. Diantaranya penguatan basis data melalui Surveilans Gizi, peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader, perbaikan sarana posyandu dan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) program.(jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 421

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *