LOBAR—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat akhirnya menyegel STIE AMM Mataram, kemarin. Setelah sebelumnya Pemkab mengirimkan surat pengosongan lahan sebanyak tiga kali. Lantaran pihak AMM belum mau membayar sewa lahan 17 are milik Pemkab Lobar yang ditempati sejak 1986. Penyegelan yang dipimpin langsung Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lobar didampingi oleh Asiesten I Setda Lobar, Satpol PP dan Aparat Penegak Hukum (APH). Sempat terjadi penolakan oleh pihak AMM atas penyegelan itu. Mereka beralasan sedang menempuh jalur hukum di PTUN. Bahkan adu mulut tak terelakan antara pihak BPKAD dengan kuasa hukum AMM. Namun pada akhirnya pihak Pemkab Lobar tetap menyegel gerbang AMM di satu sisinya. Sedangkan satunya dibiarkan agar mahasiswa masih tetap bisa masuk.
“Sesuai dengan tahapan yang sudah kita laksanakan mulai dari peringatan satu, dua dan tiga sudah selesai. Dan kami laksanakan tindaklanjut (peringatan) dengan pemasangan pelang (penyegelan) dan pengosongan lahan ini,” tegas Kepala BPKAD Lobar, H Fauzan Husniadi selepas penyegelan.
Pihak AMM masih meminta kebijakan kepada Pemkab Lobar agar bisa menemukan jalan tengah atas permasalahan ini. BPKAD pun memberikan kesempatan untuk melakukan pertemuan pada hari ini di kantor BPKAD Lobar. Meski diakui sejak awal permasalahan itu di 27 Juli lalu, pihaknya tetap beritikat baik membuka ruang dialog kepada AMM. Namun yang diutus selalu perwakilannya. “Coba dari 27 Juli sampai hari ini, sudah hampir 4 bulan. Kami berkali-kali mengundang rapat yang hadir hanya perwakilannya saja. Sehingga di surat terakhir saya meminta pengosongan lahan,” tegasnya.
Fauzan pun mempersilakan pihak AMM melayangkan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena gugatan itu berkaitan dengan SK pemberlakukan penyewaan yang nilainya ditentukan dari hasil appraisal. Bukan atas lahan milik Pemkab Lobar. “Tanah ini adalah tanah milik Pemkab Lobar, itu sudah jelas dan diakui oleh mereka (AMM),” jelasnya.
Bagi Fauzan, harga mati untuk tetap mengamankan aset lahan itu. Karena Pemkab Lobar tak ingin dirugikan lagi, karena lahan itu sudah dimanfaatkan oleh AMM sejak 1986. Tanpa ada kontribusi yang diberikan AMM bagi Pemkab Lobar. Tindakan BPKAD menertibkan aset itu memiliki dasar hukum. Meski demikian, Fauzan masih akan mendegar keinginan pihak AMM yang ingin bertemu pada hari ini.
“Jadi mereka besok (hari ini red) minta pertemuan lagi, nanti jam 9 di ruangan saya. Di sana kita lihat apa keinginan mereka,” imbuhnya.
Penertiban Fauzan tak hanya dilakukan pada lahan Pemkab yang digunakan AMM. Namun seluruh aset Pemkab Lobar, baik yang ada di Lobar maupun di luar daerah. Terlebih permasalahan aset menjadi atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kami setiap bulan itu koordinasi dengan KPK terkait pemanfaatan aset dan sebagainya, itu yang coba kami rapikan,” tegasnya.
Meski disegel, Fauzan masih memberikan keringanan dengan membiarkan satu pintu masuk AMM tak disegel. Sehingga para mahasiswa bisa tetap melangsungkan perkuliahan. “Kami berikan akses masuk karena pertimbangannya masih ada yang kuliah,” pungkasnya.
Sementara Wakil Ketua III STIE AMM, Kusuma Hidayat tegas menolak penyegelan yang dilakukan Pemkab Lobar. Dengan alasan, upaya hukum yang ditempuh AMM di PTUN masih berjalan. Bahkan belum ada putusannya. Namun pihak Pemkab Lobar justru datang melakukan eksekusi penutupan AMM.
“Kami sudah bilang hormati-hormati ini proses hukum. Kami juga sudah ada lawyer sebagai kuasa hukum kami, makanya tidak bisa dong seperti itu langsung ambil tindakan,” tegasnya.
Ia mengaku, pihaknya sebelum ini sudah membalas surat peringatan pengosongan yang dilayangkan Pemkab Lobar. Dengan melayangkan surat keberatan baik melalui pos maupun mengantar langsung ke kantor Pemkab Lobar. Termasuk ditembuskan ke pemerintah provinsi NTB. Namun disesalkannya, Pemkab Lobar mengaku tak pernah menerima surat keberatan itu. “Buktinya ada kami malah kirim dua langsung (suratnya), lewat pos. Ada bukti tanda terimanya, siapa yang menerima di sana. Jadi tidak mungkin tidak sampai,” ujarnya.
Pemkab dinilai ingin membuat kesan AMM cuek atas permasalahan ini. Namun nyatanya pihaknya melakukan upaya hukum atas keberatan itu. “Kita minta hibah karena sudah digunakan untuk lembaga pendidikan lebih 30 tahun, tidak mau. Kita minta ruislaq juga tidak mau, kita minta beli tidak mau. Tiba-tiba minta sewa mundur sepuluh tahun, kan ndak bisa kayak gitu,” jelasnya.
Ia kembali meminta Pemkab menghargai proses hukum yang tengah berlangsung. “Kami tetap melakukan upaya hukum, itu tegas kami. Besok (hari ini, red) disuruh ketemu ya kami datang, pengacara kami juga sudah sepakat kami datang,” pungkasnya.
Kuasa Hukum AMM, LM Salahuddin mengingatkan jangan sampai Pemkab justru menjual lahan itu kepada pihak lain. Padahal pihaknya sudah meminta untuk dijual kepada AMM. “Ini untuk kepentingan umat loh, untuk dunia pendidikan. Kalau ingin menjual lebih baik ke kami jangan pihak lain,” ujarnya.
Pihaknya pun merunjuk pada Undang-undang agraria yang menerangkan penggunaan lahan itu lebih dari 30 tahun untuk pendidikan. Meski demikian pihaknya tak membantah adanya Permendagri terbaru yang mengatur hak pakai hanya boleh 5 tahun. Permendagri itu yang dipergunakan pihak Pemkab Lobar sebagai dasar penertiban asetnya. “Ok kalau itu (Pemendagri), tapi sekarang dia juga tidak baca aturan yang lain. Termasuk yang datang kemarin tidak baca aturan juga, asal datang. Kami suruh buka tapi tidak mau buka (aturan),” kritiknya.
Disinggung terkait opsi sewa yang diberikan Pemkab, salah satu anggota kuasa hukum AMM, Edi Kurniadi menerangkan jika pada SK terdahulu itu tak ada pernah mencantumkan sewa. Karena ia menilai Pemkab salah jika menarik sewa untuk berlaku surut ke belakang. Harusnya, kata dia, Pemkab membuat kontrak atau SK baru. “Mereka harus paham dong, kan punya bagian hukum,” cetusnya.
Namun jika untuk sewa di tahun k edepan, ia mengatakan hal itu boleh. Tentunya dengan perjanjian atau kontrak sewa baru. Karena harus tetap mengacu kepada aturan. (win)