DENI WIRAWAN FOR RADAR MANDALIKA BATAS DESA: Kades Jago, Deni Wirawan (dua dari kanan) dan Kades Mekar Damai, M Yani (kanan) turun langsung bersama pihak PT Geosindo dalam kegiatan penentuan batas wilayah Desa Jago dan Mekar Damai, Kecamatan Praya, belum lama ini.

PRAYA – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lombok Tengah dan Kepala Desa (Kades) saling tuding terkait hadirnya pihak ketiga yang menangani program penegasan batas wilayah desa di beberapa kecamatan. Pihak ketiga dalam hal ini, PT Geosindo. Penegasan batas desa ini tengah berjalan.
Biaya untuk batas desa dibebankan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Tidak ada dari anggaran daerah. Masing-masing desa yang berkontrak dengan PT Geosindo harus mengalokasikan anggaran puluhan juta. Duit puluhan juta dari desa langsung dibayarkan ke perusahaan tersebut.
Menurut Kades Jago, Deni Wirawan bahwa dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Tengah yang menunjuk pihak ketiga dalam hal ini PT Geosindo untuk kegiatan pemetaan batas wilayah desa. “DPMD dari pihak kabupaten,” katanya kepada Radar Mandalika, kemarin (13/7).
Pihak desa hanya diminta untuk menganggarkan dana untuk biaya kegiatan pemetaan batas desa dari APBDes. Untuk itu, Pemerintah Desa (Pemdes) pun mengucurkan anggaran hingga puluhan juta. “Kita cuman diminta untuk menganggarkan untuk penyelesaian batas wilayah itu. Kalau gak salah Rp 40 juta biayanya,” tuturnya.
Dia mengutarakan, anggaran sekitar Rp 40 juta ini bersumber dari APBDes murni. Karena kontrak sudah ditandatangani, uang puluhan juta itu sudah dibayarkan langsung ke PT Geosindo. “Sudah kita bayar ke PT Geosindo,” jelasnya.
Kenapa anggarannya dibebankan di APBDes? Menurutnya, biaya untuk penegasan batas desa memang ada di APBDes. “Dulu juga pernah ada. Cuman kita gak dapat. Yang dapat itu adalah desa yang melakukan pemekaran. Kalau tahun ini kan kami mengajukan pemekaran. Dan, untuk peta desa kami juga kan harus menjadi syarat mutlaknya itu,” ungkapnya.
Dia menegaskan, dalam program ini tidak ada bantuan anggaran dari daerah. Melainkan murni anggarannya dari desa. Untuk itu, dia berharap sebaiknya ada bantuan dana dari daerah. Karena masih banyak program di desa butuh anggaran yang tidak sedikit. “Kalau kita dibantu malah lebih baik,” katanya.
Tapi bagaimanapun, kegiatan penegasan batas wilayah desa ini sudah berjalan. Bahkan katanya, penegasan batas wilayah Desa Jago dengan semua desa yang berbatasan sudah dipatok oleh pihak dari PT Geosindo. Berita acara pun sudah ditandatangani bersama semua desa yang berbatasan dengan wilayah Desa Jago. “Tinggal besok ada surat masuk hari Kamis kalau tidak salah itu delineasi di Aula Kantor Camat,” tuturnya.
Dia pun menyebutkan perbatasan wilayah desanya. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Barejulat, Kecamatan Jonggat. Sebelah utara dengan Desa Pagutan, Kecamatan Batukliang. Sebelah selatan dengan Kelurahan Renteng, dan Kelurahan Gonjak. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Aikmual, dan Desa Mekar Damai.
Kades Mekar Damai, Kecamatan Praya, M. Yani juga mengutarakan hal yang sama. Menurutnya, penunjukan PT Geosindo dalam kegiatan penegasan batas desa itu dari pihak Pemkab Lombok Tengah. Alias bukan dari desa. “Dari kabupaten. Kebetulan sosialisasi kita pertama di DPMD. Memang sudah lama,” ungkapnya.
Kades pun sudah menandatangani kontrak dengan PT Geosindo. Anggaran untuk batas desa murni dari APBDes. Anggaran sekitar Rp 50 juta akan dialokasikan di APBDes Perubahan. Kemudian dari jumlah anggaran itu, puluhan juta akan dibayarkan ke PT Geosindo. “Yang wajibnya Rp 40-an juta,” kata Yani.
Kegiatan pemetaan batas desa ini sudah berjalan. Penentuan titik koordinat dan penelusuran batas wilayah masing-masing desa yang berbatasan sudah dilakukan. “Belum dipatok. Belum final. Masih peta aja untuk batas wilayah. Masih lama. Karena progresnya kan dua bulan,” ujar Yani.
“Hari ini (kemarin) penetapan batas wilayah kita dengan batas antar kecamatan. Kebetulan batas Mekar Damai dengan Desa Pagutan dan Barabalai, Kecamatan Batukliang (sebelah utara), tambahnya.
Yani tidak memungkiri bahwa anggaran pemetaan batas desa yang hanya dibebankan ke desa memang cukup membebani keuangan desa. Karena anggarannya murni dari APBDes. Tapi disatu sisi, katanya, program penegasan batas desa menjadi penting karena itu kebutuhan jangka panjang. “Sehingga mau tidak mau ya skala prioritas yang bisa ditunda ya memang kita tunda untuk kegiatan fisiknya,” katanya.
Sebelumnya, ditanya terkait PT Geosindo sebagai pihak ketiga dalam kegiatan pemetaan batas desa di 2021. Apakah perusahaan itu ditunjuk pemerintah pusat atau Pemkab Lombok Tengah? Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan Desa (Pemdes) pada DPMD Kabupaten Lombok Tengah, Baiq Murniati menjawab itu dari pihak desa. Karena yang berkontrak dengan pihak ketiga itu. “Desa sih. Desa yang berkontrak kan,” katanya.
Kalau memang Pemdes yang menunjuk pihak ketiga. Lantas kenapa hanya PT Geosindo yang menangani pemetaan batas desa yang ada dibeberapa kecamatan? “Kan sudah saya bilang, jangan tanyak saya kebijakan. Jangan tanyak saya kebijakan. Saya bukan pengambil kebijakan,” jawab Murniati berkelit.
Pemkab Lombok Tengah memang tidak mengalokasikan anggaran daerah untuk batas desa di sejumlah desa dibeberapa kecamatan. Karena kemampuan anggaran daerah terbatas di tengah pandemi Covid-19. Melainkan murni dari APBDes. Meskipun sumber anggarannya bisa dari APBD. Itu berdasarkan Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa.
“Sebenarnya dari awal saya juga sudah sampaikan ke Bappeda. Tapikan namanya keuangan daerah kan terbatas. Jadi, karena desa punya anggaran mungkin Pemda ya sudah lewat desa,” kata Murniati.
Disatu sisi, dia tidak memungkiri bahwa anggaran untuk batas desa yang dibebankan di APBDes memang cukup membebani keuangan desa. “Ya juga sih. Betul desa itu malah dibebankan. Tapi bagaimana ini sudah kebijakan presiden. Ya mau tidak mau,” kata Murniati.
Terpisah, Direktur PT Geosindo, Rheza Wahyu Anjaya menerangkan, pihaknya telah direkomendasikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Karena sudah memiliki pengalaman kerja tentang batas desa di tahun 2016, 2017, dan 2019. “Makanya BIG berani untuk mengeluarkan rekomendasi bahwa kita bisa mengerjakan secara mandiri di luar BIG,” terangnya lewat ponsel kepada Radar Mandalika, kemarin (13/7).
Diutarakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah melakukan MoU dengan BIG. “Karena di Kemendagri tidak ada orang teknis. Jadi, Kemendagri bekerja sama dengan BIG untuk data-data desa yang direkomendasikan ini menjadi Perbub harus mempunyai rekemendasi dari BIG,” terang Rheza.
“Sebelum masuk ke BIG itu sekarang sudah ada surat pengentar dari Ditjen Bina Pemdes (Kemendagri). Baru BIG mau memverifikasi agar sinkronisasi antara Kemendagri dan BIG itu sama. Nah dua-dua ini kami sudah terkoordinasi dan terkonsolidasi,” tambahnya.
Tentang pemetaan batas desa di wilayah Kabupaten Lombok Tengah. Rheza mengakui, pihaknya memang tidak ditunjuk baik dari Kemendagri, Pemkab Lombok Tengah maupun Pemdes untuk melakukan kegiatan batas desa di Lombok Tengah. “Kalau pemetaan di Lombok Tengah, kami kan memang berkoordinasi dan berkomunikasi. Menawarkan jatuhnya,” katanya.
Memang tidak ada penunjukan dari Kemendagri maupun dari Pemkab Lombok Tengah. “Ndak ada. Jadi, kami mendapatkan rekomendasi saja dari BIG, bahwa kami bisa membantu daerah ketika memang ada pekerjaan batas desa,” terangnya.
“Nah dari penunjukannya itu bukan penunjukan kabupaten tapi desa sendiri yang bersepakat bahwa kami yang mengerjakan. Tapi difasilitasi oleh DPMD kabupaten,” tambah Rheza.
Pihaknya sebelumnya sudah berkoordinasi mulai dari tingkat pusat, Pemkab Lombok Tengah, dan desa. Kegiatan penegasan batas desa ini disebutnya atas kesepakatan bersama. Antara kabupaten dan desa. “Karena kami juga sudah pernah mengundang desa-desa untuk bersosialisasi di kabupaten, khususnya di DPMD,” ungkap Rheza.
Dia mengklaim, dari pihak desa yang hadir dalam sosialisasi waktu itu semua bersepakat untuk pemetaan batas desa. “Pada waktu itu, kira-kira ini menjadi kebutuhan desa atau tidak?. Dan pada waktu itu semua desa yang hadir pada sosialisasi bersepakat bahwa ini menjadi kepentingan dan kebutuhan bersama,” ujar Rheza.
Dia mengatakan, sesuai perencanaan kegiatan pemetaan batas desa di Lombok Tengah kemungkinan besar akan selesai minggung depan. Dengan catatan itu tidak ada masalah di lapangan. “Kami memulai itu di pertengahan bulan kemarin (Juni). Jadi, kita memulai dari kegiatan pelacakan, terus delineasi. Sekarang posisinya hari ini (kemarin) delineasinya di Kecamatan Batukliang,” ujar Rheza.
“Yang sudah kami kerjakan itu di (Kecamatan) Praya, Praya Tengah (Prateng), Pringgarata. Hari ini (kemarin) Batukliang,” tambahnya.
Sementara di Kecamatan Jonggat. Pihanya memang sudah melakukan koordinasi dan sosialisasi. “Ada beberapa mungkin administrasi yang harus kami selesaikan terlebih dahulu kalau di Kecamatan Jonggat. Karena kami kan butuh kepastian hukum. Karena ini menggunakan dana desa dan untuk kenyamanan dan keamanan kami, maka kami juga meminta ada SPK (Surat Perintah Kerja) dari desa. Kebetulan di Kecamatan Jonggat dari 13 desa itu informasi terakhir sih baru 6 atau 7 desa yang masuk ke kami (berkontrak),” ungkapnya.
Anggaran batas desa di Lombok Tengah memang murni dibebankan di APBDes. Itu berdasarkan salah satu poin dalam Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Kemudian ditambah Permendes 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Anggaran Dana Desa 2021.
“Data yang kami dapatkan juga dari Kemendagri. Dari 67.000 desa se-Indonesia, itu baru 900 desa yang definitif. Bayangkan baru 1 persen. Kalau ini semua di-takeover oleh APBN maka kita belum tau ini kapan akan selesai,” cetus Rheza. (zak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *