MATARAM – Kasus pernikahan sesama jenis antara HM, warga Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat, dan SU alias Mita (25), warga Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, bergulir ke ranah hukum. Setelah sang mantan suami melaporkan SU alias Mita ke Polres Lombok Barat atas tuduhan penipuan.
Hasil penelusuran, di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Mataram mengungkap dokumen kependudukan SU alias Mita. Kartu keluarga (KK) maupun kartu tanda penduduk (KTP)-nya dipastikan palsu. Ini setelah Dukcapil melakukan pengecekan terhadap dokumen tersebut.
Setelah dicek, Nomor KK diketahui atas nama Sunardi. Nama Mita pun tidak masuk dalam daftar anggota KK tersebut. Sementara, setelah Dukcapil mengecek Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP SU alias Mita, yang muncul malah atas nama Dedi Irawan, warga Cakranegara, Kota Mataram.
“Tidak terdaftar pada NIK. Yang terdaftar atas nama Dedi Irawan,” ungkap Kepala Dinas Dukcapil Kota Mataram, Chaerul Anwar, pekan kemarin.
Realitanya, dengan bermodalkan dokumen kependudukan atau data identitas palsu, pengurusan administrasi perkawinan SU alias Mita bisa berjalan mulus. Termasuk dalam proses pembuatan surat Numpamg Nikah atau NA di aparatur kelurahan dan lingkungan.
Sementara, Camat Ampenan, Syamsul Irawan mengatakan, berdasarkan informasi yang dia terima bahwa surat NA itu ditandatangani oleh Sekretaris Lurah (Seklur) Pejarakan Karya. Namun sebelum naik ke tingkat kelurahan, tentu terlebih dahulu melalui proses di lingkungan setempat.
“Apabila lingkungan sudah membawa NA, biasanya mereka (Lurah atau Seklur) cukup dengan menanyakan KTP dan KK. Tapi, manakala KTP dan KK itu misalnya dipalsukan, ini yang kadang-kadang kita, adalah niat dari yang bersangkutan untuk mengelabui aparat,” terang dia.
Disinggung adakah sanksi terhadap aparatur karena dugaan kecerobohan. Syamsul Irawan mengatakan, pihaknya terlebih dahulu menunggu hasil pengembangan kasus pernikahan sesama jenis yang tengah ditangani polisi.
“Sejauhmana keterlibatannya nanti kan sudah ada aturannya,” ungkap dia. (zak)