MATARAM – Sidang kasus informasi transaksi elektronik (ITE) dengan terdakwa Ida Made Santi IMS kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Mataram, Kamis kemarin.
Sidang dengan agenda pemberian keterangan oleh saksi terlapor ini dipimpin langsung oleh majlis hakim Muslih Harsono didampingi anggota Hiras Sitanggang dan Mahyudin iGO. Sementara jaksa penuntut umum (JPU) Hendro Sayekti I Nyoman Sandi dan Iwan Hendarso.
Dalam sidang kali ini, Ni Nengah Suciati yang merupakan mantan istri dari pelapor Gede Gunanta hadir untuk memberikan keterangan dan kesaksian terkait postingan penjualan hotel oleh IMS selaku kuasa hukumnya.
Dalam sidang itu, Nengah Suciati memberikan keterangan atas pertanyaan JPU dan majelis hakim. Tidak hanya itu, Suciati juga memberikan kesaksiannya dan membenarkan bahwa IMS sebagai tergugat merupakan kuasa hukumnya yang telah diberikan wewenang penuh terhadap proses lelang harta gono-gini.
“Saya sudah memberikan kuasa sampai sekarang,” terangnya.
Sementara itu, saat dimintai tanggapannya terhadap apa yang dilakukan oleh IMS dengan memosting dan mempromosikan unit hotel harta gono-gini di media sosial yang akan dilelang, dirinya mengaku tidak pernah keberatan karena telah memberi kuasa dan dengan itu pula dirinya akan mendapatkan haknya.
“Sebenarnya saya terbantu dengan cara itu (memosting di medsos),” tegasnya.
Suciati juga mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh terdakwa IMS selaku kuasa hukum sangat membantu untuk mendapatkan haknya. Dan sampai detik ini dia tidak pernah mancabut surat kuasa terdakwa dan haknya sebagai kuasa.
Katanya, dengan IMS sebagai terdakwa atas laporan GG dia merasa dirugikan kerena menghambat proses lelang. Diakui pula oleh Suciati bahwa apa yang dilakukan oleh IMS yaitu memosting di media sosial juga merupakan saran yang pernah dia dapatkan di KPKLN.
“Kerena saya menginginkan hak saya yang tidak saya dapatkan sampai saat ini,” bebernya.
“Saya tidak pernah mencabut hak terdakwa sebagai mana dalam surat kuasa. Saya merasa di rugikan dengan dilaporkan kuasa hukum saya,” sambungnya.
Sementara itu, saksi juga mengungkap dirinya tidak pernah tahu soal BTC dan pelatihan yang sifatnya continue yang merugikan GG.
Lebih dalam JPU kembali menanyakan, apakah saudara saksi terdakwa mengetahui bahwa harta yang ingin dijual seperti dalam postingan tersebut adalah merupakan harta yang masih menjadi jaminan pihak ketiga (Bank).
“Ya saya mengetahuinya,” jawabnya.
Hingga kini saksi terdakwa juga mengakui masih tinggal di rumah yang berada satu komplek dengan Hotel Bidari. Begitu juga dengan segala aktivitas sehari-hari di hotel dia ketahui.
“Tapi berapa income dan lainnya saya tidak tahu. Tapi setahu saya masih ada keuntungan,” yakinnya.
Kemudian mengenai nafkah sejak berpisah 2015 silam, dirinya mengaku bahwa sebagiannya berasal dari mantan suaminya dan hasil pengelolaan hotel. Seperti biaya listrik, air, hingga pendidikan anak-anak.
“Tapi kalau untuk makan, saya usaha sendiri. Kadang pinjam di orang tua,” katanya curhat.
Selain dari mantan suami dan hotel, saksi juga mengaku sudah mendapatkan bagian dari hasil lelang pertama berupa tanah di wilayah Pringgabaya, Lombok Timur 2019 silam. Dirinya mendapat bagian masing-masing 50 persen dengan GG dari hasil lelang.
“Kita masing-masing dapat Rp 250 juta,” bebernya.
Selain itu, saksi juga mengetahui bahwa Hotel Bidari saat ini masih menjadi agunan kredit di sejumlah bank. “Ada BRI, Bank Niaga dan Mandiri. Sewaktu pinjaman saya ikut menandatangani pengajuan pinjaman itu. Untuk pembayaran angsuran perbulannya saya tidak tahu, bahkan jumlah angsurannya juga saya tidak tahu. Yang saya tahu uang pembayaran angsuran bersumber dari hasil hotel,” paparnya.
Sementara itu pelapor GG yang dikonfirmasi usai sidang enggan bicara. Namun dia berjanji akan membeberkan bukti transfer uang bulanan kepada anaknya yang rutin diberikan. Begitu pula dengan bukti transfer cicilan KPR untuk rumah yang ditempati saksi dengan jumlah puluhan juta rupiah perbulannya.
“Nanti tunjukan,” janjinya.(rif)