LOTIM – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebiti) Kementerian Perdagangan, mengunjungi Sistem Resi Gudang (SRG) Pringgabaya Lombok Timur (Lotim). Selanjutnya Bappebiti Kemendag akan mengevaluasi kelangsungan SRG Pringgabaya. Evaluasi juga harus dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Lotim.
Kepala Bappebiti Kemendag RI, Tjahya Widayanti, kemarin mengatakan, SRG yang dibangun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Kemendag RI tahun 2012 lalu itu, dibangun untuk mendukung kelangsungan usaha petani jagung. Ketika dilakukan evaluasi, setidaknya ada tiga hal yang mesti diperhatikan. Mulai dari kelembagaan meliputi manajer, penguji mutu, dan lembaga pembiayaan.
SRG dihajatkan bukan untuk profit oriented, melainkan benefit oriented. Artinya, bagaimana memberikan manfaat sebesar-besarnya pada petani jagung. Demikian juga SRG tidak sekadar memberikan pembiayaan langsung, tetapi bisa menyimpan, menunda jual sampai mendapatkan harga yang sesuai dilapangan. “Seorang pengelola gudang, harus punya jiwa enterpreneurship, berkreasi dan inovasi. Saya harapkan, SRG ini berjalan lebih optimal demi meningkatnya kesejahteraan petani di Lombok Timur,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Lotim, H Rumaksi SJ, menyebutkan, potensi lahan jagung di NTB, relatif lebih luas ketimbang daerah lain yang dinyatakan sebagai penghasil jagung. Sedangkan Lotim saja, luas lahan potensial untuk tanaman jagung mencapai 100 ribu hektare. Hanya saja, lahan tersebut belum terkelola maksimal.
Bahkan keberadaan SRG yang diharapkan mendukung petani jagung, diakuinya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu diharapkan Rumaksi, kehadiran Bappediti Kemendag RI, dapat menjadi semangat pengelolaan SRG lebih optimal. Sehingga perekonomian petani terangkat. “Petani jangan sampai miskin,” tegasnya.
Untuk diketahui, gudang SRG Pringgabaya ini, dikerjasamakan dengan Koperasi Selaras. Kontrak dengan Koperasi Selaras, berakhir 31 Juli 2018 lalu. Sejak itu pula, SRG mangkrak tak terurus. Namun di pemerintahan ini, akan dimaksimalkan kembali pengelolaan secara profesional, sehingga diharapkan bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). (fa’i/r3)