PRAYA – Ada sembilan orang warga di Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah terpaksa memperbaiki rumahnya secara mandiri. Mereka warga yang rumah rusak akibat guncangan gempa bumi tahun 2018 silam.
“Karena mereka tidak sabaran menunggu. Tapi memang kenyataan sampai sekarang masih ada puluhan rumah warga kami terdampak gempa bumi belum turun juga bantuan perbaikan rumahnya,” ungkap Kades Lantan, Erwandi kepada Radar Mandalika, Selasa kemarin.
Erwandi mengaku, sembilan orang warga yang memperbaiki rumah secara mandiri ini diketahui kondisi ekonomi standar. Beda halnya dengan puluhan warga yang belum menerima bantuan dana perbaikan rumah yang pernah di usulkan pemerintah desa tahun 2019, kondisi ekonomi mereka memprihatinkan.
“Mau tidak mau mereka bersabar dan menunggu sampai detik ini. Untuk makan saja mereka susah apalagi mau perbaiki rumah,” terangnya.
Kades Lantan juga membeberkan data usulan perbaikan rumah terdampak gempa bumi ke Dinas Perkim Lombok tengah 2019. Setidaknya ada 470 usulan perbaikan terdiri dari rusak berat, sedang bahkan ringan.
“Seingat saya 170 kategori rusak berat, sisanya sedang dan ringan,” bebernya.
Kades mengakui, saat usulan pertama tahun 2018 memang saat itu pernah dilakukan pemerintah desa. Namun dari hasil evaluasinya data rumah yang diusulkan tidak begitu banyak hanya sebagian kecil saja. “Karena saya menjabat kades terhitung 1 Januari 2019. Dari situ kalau tidak salah bulan Mei saya ajukan tambahan ke Dinas Perkim,” kata mantan pendamping PKH itu.
Dari data yang diusulkan saat pemerintahannya, semua data usulan dari semua dusun di Desa Lantan. Di antaranya, Dusun Pemasir, Rerantek, Ndot Tojang, Lantan Duren, Gubuk Makam dan Kesah dan lainnya.
Kades menegaskan, saat pendataan juga pihaknya melibatkan semua perangkat desa. mulai dari RT, kadus bahkan sampai mahasiswa KKN yang berkegiatan di desa dilibatkan turun melakukan pendataan.
“Yang belum ada kejelasan saat ini perbaikan rumah rusak sedang dan ringan. Kami pastikan rusak berat sudah beres,” yakinnya.
Namun sampai dengan saat ini, pihaknya masih melakukan perjuangan dengan membangun komunikasi dan mencari tau kelanjutan bagi warga yang rumahnya belum dilakukan perbaikan.
Ia juga mengaku, pemerintah desa memang tidak terlalu banyak terlibat dalam pembangunan rumah tahan gempa (RTG). Pemdes hanya mengusulkan data setelah itu warga berkomunikasi dengan Pokmas yang dibentuk di bawah. “Bahkan dari tahap awal saya tidak tau jumlah rumah yang dapat dana perbaikan. Taunya dari fasilitator sesuai SK keluar,” sebutnya lagi.
Sepengetahunnya, bagi warga yang rumah rusak berat mendapatkan anggaran perbaikan rumah Rp 50 juta, sedang Rp 25 juta dan ringan Rp 10 juta. sementara itu, untuk hasil evaluasi di bawah setidaknya ada 15 unit rumah warga kategori rusak sedang belum mendapatkan dana perbaikan. Rumah ini tersebar di Dusun Gubuk Makam, Kesak, Lantan Duren, Ndot Tojang dan Rerantik. Bahkan ada 50 unit rumah kategori rusak sedang belum mendapatkan dana perbaikan.
“Saya berharap supaya rumah masyarakat rusak ini segera tertangni. Soalnya jujur kami kadus bahkan saya turun ke bawah pasti diprotes, ditanya kapan diperbaiki. Mau jawab apa, ya kami bilang menunggu info dari kabupaten saja,” jawabnya.
Kades menceritakan, saat bencana baru terjadi tahun 2018 itu, pemdes mengambil tindakan setiap bantuan masuk ke Desa Lantan harus melalui satu pintu. Dimana desa langsung sebagai penyalur agar tujuannya bantuan merata disalurkan kepada warga.
Dari perjalanan itu sang kades juga membeberkan pernah mendapatkan musibah warganya di tengah bencana alam. Seorang balita berusia 2 bulan meninggal dunia di bawah tenda pengungsian tepatnya di Dusun Pemasir.
“Dugaan kami meninggal dunia karena sesak nafas. Bayangkan karena asaf darup, dingin karena tinggal di bawah tenda,” sebutnya.(red)
Moon