PRAYA—Kejaksaan Negeri (Kejari), Lombok Tengah (Loteng) menunjukkan taringnya. Rabu kemarin, jaksa melakukan penggeledahan di kantor Bank BPR Cabang Loteng.

Jaksa melakukan penggeledahan untuk mengumpulkan bukti terkait kasus dugaan penyaluran kredit fiktif bank BPR Unit Batukliang tahun 2014-2015 dengan indikasi kerugian negara Rp 2 miliar sampai dengan Rp 4 miliar. Penggeledahan dilakukan dari pukul 9.00 Wita hingga pukul 1.30 wita.

Kasi Pidsus Kejari Loteng, Agung Kunto Wicaksono mengungkapkan, pihaknya melakukan penggeledahan di kantor Bank BPR Cabang Loteng dan Unit BPR Bantukliang untuk memperkuat bukti kasus yang lama ditanganinya.  “Kasus ini sudah naik tahap menjadi penyidikan.  Sehingga kita melakukan penggeledahan berkas di kantor BPR untuk mencari alat buktinya,”  ungkapnya kepada media.

Kasi Pidsus menegaskan, dari hasil penggeledahan yang dilakukan di dua kantor BPR, jaksa mendapatkan data –data yang sangat mendukung untuk penguatan alat bukti. “Kami menemukan data pendukung,”beber dia.

Agung mengaku, kasus di bank BPR ini sudah terbilang lama ditangani. Sebab pihaknya masih melakukan pengumpulan alat bukti untuk menaikan tahap kasus tersebut. Dalam kasus ini, jumlah saksi yang sudah diperiksa mencapai 30 saksi. Baik dari pemerintah daerah, korban hingga dari jajaran BPR sebelumnya.

“Kasus ini sebelumnya sempat terkendala Covid. Tapi sekarang kita sudah mulai gas lagi,” katanya tegas.

Agung menerangkan, pihaknya belum bisa membeberkan berapa jumlah tersangka yang akan terjerat kasus itu.  Jaksa masih menunggu alat bukti lengkap dulu. Dijelaskan Agung, kasus ini terungkap ketika seorang karyawan yang bekerja di salah satu institusi negara di Mataram. Ceritanya, korban saat itu akan melakukan pinjaman ke bank lain. Namun, bank lain tempat mengajukan pinjaman tidak menerimanya, karena karyawan tersebut (korban) masih tersangkut kredit di bank BPR Batukliang.

Merasa tidak pernah melakukan pinjaman di bank BPR Batukliang, akhirnya karyawan tersebut menelusuri dan mendatangi bank BPR Batukliang. Ternyata setelah mendengarkan penjelasan dari bank BPR Batukliang baru terbongkar. Namanya telah dicatut oleh bendahara tempatnya bekerja. Bendahara tersebut telah melakukan pemalsuan surat dengan memalsukan nama orang selaku penerima kredit.

Dari keterangan bendahara jelas Agung, uang tersebut diterima atas dasar persetujuan pihak bank BPR Batukliang. Bahkan, dalam penyaluran uang pun tidak melalui mekanisme survei. Artinya, langsung diberikan oleh bank BPR Batukliang, tanpa melalui proses survei. Nilainya pun sekitar Rp 2 miliar.

“Inilah yang kami sedang dalami, kenapa dengan gamblang bank BPR Batukliang mengeluarkan uang ke nasabah,” katanya.

Sehingga, bila dari sisi hukum, pihak BPR Batukliang harus bertanggungjawab atas uang yang telah dikeluarkan tersebut, sehingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2 miliar. (jay/tim)

Post Views : 160

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *