LOTENG—Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun ke Pemda Lombok Tengah (Loteng), Senin (12/8).
Tujuan KPK ini turun koordinasi dengan Pemda terkait beberapa hal. Seperti banyak aset yang terkesan mangkrak, soal pertanahan dan persoalan perpajakan. Bahkan KPK turun langsung mengecek/memeriksa beberapa pembangunan seperti Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) dan lainnya.
Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria menyatakan, ini merupakan rapat pertama kali dengan Pemda Loteng, Pertanahan dan Perpajakan di wilayah Loteng.
“Selain menyampaikan banyak catatan pada rapat, kami juga akan turun ke lapangan untuk memeriksa langsung terkait masalah aset, pajak dan lainnya,” tuturnya.
Ia menegaskan, pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa di Loteng ini terdapat beberapa aset yang terkesan mangkrak, karena belum optimal pemanfaatannya. Adapun beberapa aset itu seperti gedung PLUT, Gedung Sentra Pengolahan Sarang Burung Walet dan Gedung Pasar Seni Sengkerang. Selain itu, soal perpajakan maupun soal pertahanan.
“Untuk persoalan pajak, memang persoalan kecil-kecil. Sehingga saya bilang mereka untuk duduk bareng. Untuk membandingkan perpajakan di Pemda dan kantor Perpajakan,” ujarnya.
Untuk sertifikasi pertanahan lanjutnya, pihaknya menemukan masih banyak yang belum bersertifikat. Tantangan pada pertanahan ini adalah banyak klaim-klaim warga yang kian muncul.
“Untuk persoalan pertanahan ini sudah ada datanya. Masih banyak aset tanah Pemda yang belum bersertifikat. Bahkan sekarang banyak diklaim warga,” jelasnya.
Selain persoalan aset, perpajakan serta sertifikasi ini, KPK juga menyoroti anggaran untuk belanja pegawai yang terbilang sangat tinggi di NTB dan anggaran Pokir DPRD Loteng yang kian cukup besar.
Dimana untuk belanja pegawai Loteng mencapai 49 persen dari APBD. Sehingga pihaknya menyarankan pada Pemda untuk mengoptimalkan pendapatan daerah.
“Kalau pecat pegawai kan tidak boleh. Jadi ya optimalkan pendapatan daerah dari perpajakan hotel maupun aset Pemda,” ucapnya.
Sedangkan lanjutnya, untuk Pokir DPRD, pihaknya menemukan di kabupaten/kota lain di NTB ada masing -masing DPRD yang pokirnya mencapai Rp 3 miliar. Di Loteng, katanya, ada yang bilang Rp 3 miliar. Jika anggaran Pokir dikalikan 50 anggota DPRD tentunya jumlahnya cukup banyak.
“Pokir itu tidak salah tapi hargai proses. Pemda TAPD juga harus berani menolak kalau tidak sesuai. Jangan malah konspirasi dan berkolaborasi,” katanya.
Selain anggaran Pokirnya besar, jangan DPRD itu juga menerima Pokir plus. Dimana artinya setiap Pokirnya, anggota dewan itu langsung yang mengerjakannya.
“Untuk pokir ini, kita bulan Oktober akan mengirim surat semua. Kalau nanti ditemukan saya minta pada semua elemen agar melaporkan pada KPK,” tuturnya.
Ditambahkan, pihaknya berharap pada masyarakat untuk melaporkan bila menemukan ada indikasi kasus korupsi yang besar. Dan jika laporan diterima pihaknya pasti akan menindaklanjutinya.(jay)