LOBAR–Kondisi keuangan Kabupaten Lombok Barat (Lobar) diduga sedang tak baik. Pasalnya beberapa program atau kegiatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terpaksa ditunda karena alasan anggaran yang belum tersedia. Hal itu pun dialami Sekretariat DPRD Lobar.
Menanggapi kondisi itu, Wakil Ketua I DPRD Lobar, Hj Nurul Adha mengaku informasi yang diperolehnya masih simpang siur. Dia pun seolah tak percaya jika melihat kondisi di lapangan. “Kalau kita lihat, ekonomi masyarakat sedang menggeliat, tumbuh kembang IKM, dan kuliner ramai, ini bisa dipastikan menaikkan PAD. Kondisi saat ini terbilang normal, mestinya Pemda lebih kencang lagi bekerja menaikkan PAD,” ujarnya.
Bahkan informasi dari Bapenda Lobar, dampak MotoGP lalu ikut mendongkrang PAD. “Apa yang membuat kita mengatakan PAD mandek? Mestinya ada evaluasi yang dilakukan terkait ini,” ujarnya sedikit kebingungan.
Wanita yang akrab Umi Nurul ini tak menampik jika mandeknya anggaran yang masuk ke OPD juga dirasakan di Sekretariat DPRD Lobar. Imbasnya, dewan tidak bisa menerima kehadiran tamu luar yang berkunjung ke DPRD Lobar.
“Bupati seharusnya evaluasi SKPD terkait, bagaimana pengelolaannya. Termasuk pekerjaan-pekerjaan (Pokir) ini, rekanan kita mengeluh karena belum terbayarkan. Saran saya harus dievaluasi pengelolaan keuangannya,” tegasnya.
Di legislatif sejauh ini ada banyak agenda yang tidak bisa dijalankan. Padahal, baru-baru ini DPRD Lobar sudah melaksanakan paripurna terkait LKPJ Bupati. “LKPJ sudah, mestinya sudah mulai membahas APBD Perubahan. Selain itu, agenda Pansus yang sudah diketok juga tertunda dan belum bisa bekerja karena anggaran. Sosialisasi Perda juga belum bisa dilakukan, padahal sudah dianggarkan,” imbuhnya.
Parahnya lagi, gaji tenaga honorer yang ada di Sekretariat DPRD Lobar juga belum bisa dibayarkan. Padahal ini sudah masuk akhir bulan. “Kan kasian. Bisa jadi honor (gaji) yang kecil itu dibutuhkan. Kalau ini macet, mestinya Bupati evaluasi OPD-OPD, bagaimana dari Bapenda ke BPKAD prosesnya bagaimana,” kritiknya.
Jika kemudian ada persoalan di salah satu OPD yang menyebabkan BPKAD Lobar mengunci anggaran. Seharusnya jangan sampai berimbas ke OPD yang lain. “Terutama di DPR, karena ini berhubungan dengan rakyat. Kalau ini dikunci, bagaimana pelayanan kita. Jangan coba sengaja dijadikan Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran), nanti kita (pasti) evaluasi serapan anggarannya,” pungkasnya.
Sebelumnya, BPKAD Lobar menegaskan bahwa keuangan daerah tetap tersedia untuk dapat menjalankan roda pemerintahan. Terkait mandeknya pencairan anggaran di beberapa SKPD, Kepala BPKAD H. Fauzan Husniadi mengatakan jika pihaknya mengacu pada Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) masing-masing OPD. Dimana setiap triwulan sudah ada porsi anggaran di masing-masing OPD. Sehingga ketika mengajukan pencairan anggaran, maka OPD tidak boleh melebihi porsi anggaran disetiap triwulan. Kalau diajukan lebih maka otomatis anggaran atau dananya akan terkunci sendiri. “Itu karena meminta anggaran lebih, melebihi porsi anggaran,” ujarnta.
Menurut dia, anggaran kas daerah sudah dibagi sesuai dengan sumber anggaran kas tersebut. Yakni dari DAK, DAU, PAD, dan dDana Bagi Hasil. Masing-masing dari sumber anggaran ini sudah ada alokasi atau kamar-kamar penggunaannya. “Anggaran ini diporsikan masing-masing sesuai dengan kamar. Misalnya anggaran di Dispora dari PAD, maka menunggu masuk PAD. Kalau sudah masuk baru dibayar,” jelasnya.
Kemudian pencairan di OPD juga mengacu anggaran kas yang diajukan masing-masing OPD. Kalau anggaran kas yang diajukan melebihi porsi anggaran, otomatis tidak akan bisa dibayarkan. Karena dengan sistem pembayaran menggunakan SIPD, server ada di pemerintahan pusat. BPKAD tidak bisa membayarkan anggaran OPD yang bersumber dari luar yang sudah diajukan dari awal. “Tidak mungkin diambil dari sumber di luar kamar anggarannya masing-masing,” pungkasnya. (win)