PRAYA – Sidang kasus Video Call Sex (VCS) sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali secara tertutup. Kasus inipun akan segera diputuskan hakim pada 26 Januari 2023.
Seperti diketahui, terdakwa berinisial ME yang menjadi pelaku penyebar dan pemeran video VCS bersama salah seorang perempuan yang diketahui berinisial E sebagai korban yang merupakan warga Kecamatan Jonggat, Loteng.
Kasus VSC ini sempat viral. Pelaku ME dengan sengaja menyebarkan video VCS yang berisi adegan syur bersama E di media sosial. Karena, pemintaan pelaku tidak diindahkan oleh korban E untuk kembali melakukan VCS untuk kedua kalinya.
Buntut dari penyebaran video VCS yang dilakukan oleh ME harus berurusan dengan hukum. Dalam hal ini undang-undang (UU) ITE.
Kasi Pidum Kejari Loteng, Arin P. Quarta menjelaskan, kasus tersebut telah diproses secara hukum, dan saat ini sudah dilakukan persidangan sebanyak tiga kali dalam kurun waktu sejak kasus tersebut ditangani. “Pada 26 Januari 2023 nanti baru putusan, dan bisa dipublis untuk umum. Dan sidang kasus ini sudah dilaksanakan tiga kali,” ungkapnya.
Adapun agenda sidang pertama, yakni pembacaan dakwaan pada 27 Desember 2022. Selang seminggu, kemudian sidang kedua dilaksanakan dengan agenda pemeriksaan saksi dan terdakwa. Pada sidang ketiga terdakwa langsung pada tuntutan pada 12 Januari 2023. Dan, nasib ME akan diputuskan nanti pada 26 januari 2023.
“Kami tidak bisa menyampaikan tuntutan, karena ini sidang tertutup karena berkaitan dengan keasusilaan, nanti pada 26 Januari 2023 putusan dan terbuka untuk umum, hadir aja ya,” jelasnya.
Adapun saksi ahli tidak dihadirkan mengingat tidak ada yang bersinggungan dan kesulitan dalam pembuktian dari segi keilmuan tertentu, yang dibutuhkan jaksa seperti IT dan sebagainya. Karena ini merupakan kasus keasusilaan yang disebarluaskan. Dan terdakwa juga mengakui keseluruhan berdasarkan pengakuan korban secara jelas keterangannya dan saksi juga jelas.
Dikatakan, saksi yang didatangkan yakni sejumlah tiga orang, diantaranya yakni korban itu sendiri, ibu korban dan kepala dusun tempat domisili korban. Pada bagian lain, kembali menegaskan soal tuntutan dan lainnya ia akan paparkan usai putusan terbuka untuk umum. Dimana, gambarannya sesuai UU ITE yakni dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara. Tidak ada hukuman minimal.
“Hukuman maksimal ini untuk residivis, Kalau baru melakukan kemudian tidak berbelit-belit maka bisa saja diringankan, dan bisa saja sebaliknya. Namun selama ditangani jaksa, tidak ada kendala dan berbelit-belit, semua cepat dan kasus ini juga melesat hingga cepat selesai,” terangnya. (tim)