PRAYA– Diduga santri salah satu pondok pesantren di Lombok Tengah hamil hingga melahirkan.
Dari informasi yang didapat koran ini, santri tersebut diduga dihamili pacarnya yang merupakan santri di Ponpes yang sama. Kasus itu baru terbongkar setelah santri itu diketahui sudah melahirkan bayi.
Mendengar informasi ini, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Tengah langsung turun melakukan investigasi pada Senin (16/1/2023).
Kemenag Lombok Tengah melalui Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren), H Hasanudin mengatakan, dari hasil investigasi, ditemukan jika asrama santri putra dan putri tidak dipisahkan melainkan satu tempat.
“Sejauh ini belum ada laporan, tapi tahu informasinya melalui media dan kami turun langsung melakukan investigasi,” bebernya.
“Terkait perizinan pondok pesantren, kami belum memberikan izin. Meski mereka beberapa kali datang ke kantor, tatap saya tolak karena belum memenuhi persyaratan,” tegasnya.
Alasan Kemenag tidak mengeluarkan izin yaitu belum memiliki asrama yang memadai, belum memiliki pagar pembatas. Sehingga santri putra dan putri bercampur hanya berbeda kamar saja.
“Di sana juga minim pengawasan sehingga kami tidak memberikan izin,” terangnya.
Atas kejadian itu, pihaknya menyarankan untuk segera berkoordinasi dengan pihak terkait supaya masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Pihaknya menegaskan jika ponpes ini mau dilanjutkan maka harus bisa mengubah suasana lingkungan dan pengawasan.
“Kejadian ini beberapa pondok pesantren menyampaikan komplain ke saya minta ditutup. Jikalau anak tersebut sudah dikeluarkan dari asrama, kita minta data EMIS-nya dialihkan ke data paket yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan supaya anak ini tidak putus sekolah,” ujarnya.
Supaya kasus seperti ini tidak terulang kembali, pihaknya akan melakukan pembinaan secara berkala. Pihaknya menegaskan supaya Ponpes segera melakukan pemisahan antar santri laki dengan perempuan dan membuat pintu-pintu khusus. Memperbaiki dan mengubah sarana dan prasarana. Serta melakukan pengawasan dan memperbanyak tenaga pendidik pengawas dengan membuat jadwal piket.
“Kami juga sudah memanggil semua pihak yang ada di pondok pesantren, jika kasus ini terulang kembali maka terkait perizinan kami usulkan ke pusat untuk dibekukan,” tegasnya. (cr-hza)