PRAYA – Persoalan stunting atau gagal tumbuh pada anak balita masih menjadi tantangan besar yang dihadapi Pemerintah Desa (Pemdes) Bunut Baok, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng). Pasalnya, kasus stunting di desa setempat tercatat angkanya paling tinggi dibanding angka stunting dari lima desa lain di semua wilayah kerja Puskesmas Aikmual.
Dari catatan Puskesmas Aikmual berdasarkan data sampai Febuari 2021 menunjukkan angka kasus stunting di Desa Bunut Baok mencapai 45 kasus. Dari jumlah itu, terdiri dari tinggi badan anak sangat pendek ada sebanyak 27 orang dan pendek ada 18 orang. Sedangkan, kasus terendah ditemukan di Desa Montong Terep dengan angka 14 kasus. Itu terdiri dari sangat pendek ada 9 orang dan pendek 5 orang.
Menangapi persoalan stunting di desanya. Kepala Desa (Kades) Bunut Baok, Lalu Muzanni menegaskan, pihaknya akan terus berupaya melakukan berbagai langkah untuk mengatasi dan menangani masalah stunting. “Itu memang sudah pokok wajib kita untuk selalu berupaya,” katanya kepada Radar Mandalika, kemarin (3/8).
Baginya, pihak dari Puskesmas Aikmual selalu intens turun ke lapangan berkaitan dengan penanganan kasus stunting di desanya. Di mana pihak puskesmas aktif memberikan sosialisasi kepada kader dan warga masyarakat setempat. “Tapi gara-gara covid ini rencananya besok itu per dusun langsung terkait dengan sosialisasi ini,” ujar Muzanni.
Dia mengakui, tidak begitu paham apa persoalan yang menjadi pemicu munculnya kasus stunting di desanya. Yang jelas, stunting itu berkaitan dengan pertumbuhan anak. “Mungkin dari ibu yang masih muda,” kata Muzanni. Sembari mengklaim bahwa kasus pernikahan anak di desanya sudah semakin berkurang.
Selain itu, Muzanni tidak memungkiri bahwa sumber daya manusia (SDM) dari para kader sangat berpengaruh dalam upaya penanganan stunting. Untuk itu secara bertahap pihaknya saat ini tengah berupaya meningkatkan kualitas atau pemahanan para kader yang tersebar di 16 posyandu dalam rangka menekan angka kasus stunting.
“Dari pihak puskesmas sendiri sudah ada kegiatan rutin untuk sosialisasi (pelatihan) ke kader. Karena kan berkaitan dengan stunting ini program nasional,” tandasnya.
Bisa jadi, tambahnya, munculnya angka kasus stunting juga dikarenakan pengaruh alat ukur dan timbangan yang digunakan dalam kegiatan posyandu tidak standar. Apalagi kalau ditambah para kader kurang kejeli pada saat pengukuran. Sehingga data yang dihasilkan pun kurang valid. “Itu juga kadang-kadang error. Kurang akurat jadinya,” tandas Muzanni.
Dikatakan, setiap tahun pihaknya selalu mengalokasikan anggaran untuk penanganan stunting. Baik itu untuk pengadaan pemberian makanan tambahan (PMT) hingga kegiatan sosialisasi. Menurutnya, proses penanganan stunting butuh waktu bertahun-tahun. “Kan puluhan tahun itu,” tandasnya. (zak)
Post Views : 404