PRAYA – Kondisi Bangunan SDN Sondo di Dusun Sondo, Desa Lekor, Kecamatan Janapria, Lombok Tengah (Loteng) sangat memprihatinkan. Sebagian besar gedung atau ruang belajar siswa sudah tidak layak huni. Bahkan tinggal menunggu ambruk.
Kepala SDN Sondo, Darna menjelaskan, sekolahnya tersebut berdiri sejak tahun 1984. Sudah 39 tahun berlalu, fisik gedung sekolah ini baru dua kali renovasi. Artinya, sekolah ini sudah berapa tahun tak mendapatkan bantuan pembangunan maupun rehab dari pemerintah. Pada umumnya, kata dia, animo masyarakat atau orang tua memang tinggi untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
“Namun setelah melihat keadaan gedung yang seperti ini (sudah tak layak huni, red) akhirnya animo masyarakat itu semakin menurun,” terangnya pada Radar Mandalika, Sabtu (15/7).

SDN Sondo saat ini banyak mengalami kerusakan. Terlihat, kayu-kayu penyangga atau bangunan sudah mulai lapuk. Plafon ruang kelas maupun ruang guru dan kepala sekolah mulai ada yang berjatuhan. Bahkan ada ruang belajar siswa sementara terlihat terpaksa dipasang penyangga dari bambu dengan harapan bisa menahan dari keruntuhan alias ambruk.

Selain itu, atap sekolah bocor pada musim hujan dan saat kegiatan belajar mengajar siswa kepanasan. Kaca jendela mulai ada yang pecah. Cat bangunan mulai rontok. Kayu kusen mulai lapuk dan kerusakan lainnya.
Darna menyebut, saat ini jumlah murid 98 orang. Sekolahnya saat ini hanya tersedia tiga ruang kelas untuk enam rombongan belajar (rombel). Artinya, sekolah mereka masih kekurangan ruang kelas alias butuh tiga ruang kelas baru.
“Kondisi yang saat ini adalah dari tiga ruang kelas, satu kantor, perpustakaan dan toilet itu sangat membutuhkan rehabilitasi,” ujarnya.
“Kalau ruang kelas tingkat kerusakan 70 persen. Kalau perpustakaan 50 persen. Kalau toilet sekitar 40 persen tingkat kerusakan,” tambah Darna.

Dia kembali menegaskan, ada dua ruang belajar siswa untuk sementara waktu yang dibangun dengan swadaya murni dari masyarakat saat ini terlihat kondisinya mau ambruk. Karena itu, terpaksa dipasang penyangga dari bambu dengan harapan bisa menahan dari keruntuhan. Dan, satu lokal untuk sementara waktu menggunakan perpusatan untuk kegiatan belajar mengajar.
“Untuk standar pelayanan minimum (SPM)-nya itu tidak layak,” jelas Darna.
Karena tidak ada pilihan ruang belajar lain, kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung dengan fasilitas sarana dan prasarana seadanya. Bahkan karena kondisi gedung dua ruang kelas sementara yang dibangun dengan cara swadaya masyarakat, kegiatan belajar mengajar terkadang terpaksa berlangsung di halaman dan atau di teras sekolah.
“Kalau sudah jam 10.00 Wita kan gak berani anak-anak di sana karena tidak tahan panas, anak-anak semua buka baju, mereka keluar belajar,” ungkap Darna.

Pihaknya berharap, gedung sekolah termasuk ruang belajar bisa segera diperbaiki oleh pemerintah, karena melihat kondisinya yang cukup memprihatinkan. Diakui, pihaknya sudah mengusulkan perbaikan. Dan, dari pihak terkait sudah turun langsung melihat kondisi sekolah. Bahkan dijanjikan dapat rehab tahun lalu. Hingga sudah dilakukan pengukuran.
“Kita sudah usulkan bahkan konsultan RAB-nya sudah jadi. Tapi hasilnya nihil sampai sekarang,” cetus Darna.
Selain rehab, pihaknya juga berharap kepada pemerintah bisa membangun ruang kelas baru, karena ruang kelas yang tersedia saat ini hanya tiga lokal untuk enam rombel. Dengan keterbatasan itu kegiatan belajar mengajar menjadi sangat tidak efektif.
“Penambahan tiga ruang kelas baru sangat urgen,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Ketua Komite, HM Saleh. Ia berharap, SDN Sondo dapat segera disentuh bantuan. Sekolah ini mendapatkan atensi dari pemerintah agar bisa cepat diperbaiki.
“Harapan kita pemerintah bisa bijak memperhatikan terutama sarana prasarana,” harapnya.(zak)