MATARAM – Langkah Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal (LMI) yang akan meleburkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Nusa Tenggara Barat (DP3AP2KB NTB) ke Dinas Sosial NTB sepertinya tidak akan berjalan mulus. Fraksi Golkar meminta LMI kembali mengkaji ulang rencana tersebut.
“Perlu dikaji ulang dan lebih konkrit lagi,” tegas juru bicara Fraksi Golkar DPRD NTB, Megawati Lestari, Rabu (23/04) di Mataram.
Mega menyampaikan, adanya dorongan mengkaji peleburan tersebut didasarkan pada aspek penguatan sektor perempuan dan anak.
“Menurut saya lembaga sektoral (DP3AP2KB NTB) inilah yang menjadi jalan dan pintu utama. Menjadikan perempuan dan anak NTB bahagia tanpa kekerasan.
Mewujudkan NTB EMAS 2045 perkuat sektor perempuan dan anak,” tegas Mega.
Wakil Rakyat Dapil NTB VIII (Lombok Tengah Selatan) itu mengatakan, setelah Fraksi Golkar mencermati penggabungan dua Dinas tersebut belum tepat ditengah kaum perempuan masih mengalami diskriminasi dan kesenjangan gaji dan karir di lingkungan kerja.
“Belum lagi mereka rawan kena pelecehan dan kekerasan seksual,” katanya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberdayaan perempuan, mengikutsertakan perempuan dalam pengambilan keputusan serta memperkuat kesetaraan gender. Dijabarkannya, maraknya masalah Kekerasan terhadap Perempuan. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan dalam rumah tangga, perkosaan, masalah stunting dan lainnya.
“Realita yang ada hingga hari ini menempatkan bahwa perempuan Indonesia mengalami ketimpangan sosial dan budaya,” jelasnya.
Dirinya lantas bertanya, dimanakah ruang aman bagi perempuan dan anak. Dirumah, Sekolah, Ponpes, Madrasah, semuanya semuanya bisa ‘dilahap’ habis. Tidak semudah di bayangkan, penanganan korban kekerasan tidak seperti membuat jembatan atau menyulap batu pasir menjadi jalan. Tetapi butuh proses yang tidak mudah. Katanya, tidak semudah seperti yang dihadapi, butuh trauma healing, keamanan lingkungan dan berbagai pendekatan multipihak. Oleh karenanya, Pemprov lagi-lagi diingatkan perlu mengkaji ulang rencana pelebuhan dinas tersebut.
“Perlu dikaji ulang dan lebih konkrit lagi. Karna perempuan dan anak bukanlah hal sebelah mata yang mudah dan gampang dipahami,” jelasnya.
Di berbagai penjuru Nusantara, banyak perempuan yang buta atau bahkan justru dibutakan secara struktural akan potensi diri yang dimilikinya sehingga hanya menjalankan peran sekunder dalam masyarakat.
“Hal ini patut disayangkan, karena secara demografi jumlah perempuan di Indonesia tidak jauh berbeda,” kata Bendahara Fraksi Golkar DPRD NTB itu.
Fraksi Golkar menjabarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Dari total 273 juta jiwa penduduk, penduduk Laki-laki 138.303.472 jiwa atau 50,5 persen dan penduduk perempuan 135.576.278 jiwa atau 49,51 persen. Sehingga joka perempuan mendapat kesempatan dan peran yang seimbang dengan laki-laki, maka potensi sumber daya manusia di Indonesia menjadi jauh lebih besar. Hal tersebut akan menguntungkan dan memberi manfaat bagi pembangunan bangsa. Seharusnya, dengan banyak masalah Perempuan dan anak yang belum dapat terselesaikan hingga hari ini Dinas DP3AP2KB bisa berdiri sendiri.
Oleh karenanya, Fraksi Golkar DPRD NTB meminta penjelasan Pemprov NTB mengapa begitu getol ingin meleburkan OPD tersebut.
‘Mohon Penjelasan,” ucap Mega.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menyampaikan peleburan DP3AKB ke Dinas Sosial bertujuan untuk mengarusutamakan isu anak dan perempuan dalam kebijakan pembangunan daerah. Menurut gubernur, proses perlindungan anak dan perlindungan perempuan tidak boleh selesai diidentifikasi, tidak boleh selesai melalui diskusi. Atas dasar itu, Pemprov harus mengintervensi upaya perlindungan anak dan perempuan di gumi gora ini. Hal itu ditegaskan gubernur saat Halal Bihalal bersama 65 Anggota DPRD NTB beberapa waktu lalu di pendopo tengah gubernur.
“Otoritas yang memiliki perangkat untuk melakukan intervensi adalah Dinas Sosial,” kata gubernur.
Selama ini permasalahan anak dan perempuan seringkali hanya berhenti pada tahap diskusi dan identifikasi tanpa tindak lanjut konkret. Oleh karena itu, pendekatan yang yang lebih aplikatif melalui dinas yang memiliki instrumen pelaksana menjadi penting. Isu ini bukan isu yang bisa kita dekati secara sektoral, isu ini harus multi-sektoral.
“Itu justru yang ingin kami kembangkan di pemerintah provinsi,” kata Iqbal.
Selain melebur DP3AKB ke Dinas Sosial, Pemerintah NTB juga melebur penanganan keluarga berencana ke dalam Dinas Kesehatan.
“Keluarga Berencana nanti pas nya di Dinas Kesehatan,” pungkasnya. (jho)