MATARAM – Hingga saat ini Pemrprov NTB masih menyisakan utang pembayaran program 2021 diangka Rp 300 Miliar termasuk di dalamnya sebanyak Rp 113 M merupakan dana Pokir wakil rakyat.
Anggota Komisi IV DPRD NTB, Ruslan Turmuzi menilai titik kacaunya di perencanaan pendapatan. Eksekutif terlalu percaya diri dan optimis dengan proyeksi pendapatan padahal proyeksi tersebut masih berproses yang belum jelas arahnya.
“Ini akibat dari perencanaan pendapatan Pemprov lemah,” terang Ruslan di Mataram kemarin.
Perencanaan pendapatan yang tinggi kemudian menaekkan rencana pembelanjaan juga tinggi. Padahal fakta yang ada potensi pendapatan tersebut tidak mampu dikongkritkan pemerintah. Jauh jauh hari dewan sudah mengingatkan Pemprov namun sayangnya mereka terlalu yakin dan optimis dengan rencana pendapatan yang ada.
Ruslan mencontohkan pada saat pembahasan APBD murni tahun lalu salah satu yang diproyeksi menjadi pendapatan Asli Daerah (PAD) dari aset tanah di Gili Trawangan mencapai Rp 300 Milyar. Padahal aset tersebut sedang proses peralihan dari awalnya dikelola PT GTI lalu diambil alih oleh Pemprov dengan pemutusan kontrak.
“Itu masih berproses tapi mereka optimis saat itu. Dan sekarang (sampai 2022) baru memulai,” kata politisi PDIP itu.
“Ada estimasi akan masuk tapi kenyataanya nggak masuk. Disitu mereka tidak sadar. Mereka (terlalu) optimis. Rencana pendapatan di Gili Trawangan maih berproses. Sehingga apa yang trjadi.
Kenapa kita (dewan) setuju menetapkan APBD murni 2022 karena mereka meyakinkan kita. Dampaknya berpengaruh ke belanja sekarang,” sentilnya.
Tidak berhenti disitu saja, dengan adanya estimasi pendapatan daerah yang masuk maka terjadilan rebutan program di eksekutif sendiri. Parahnya program program yang dijalanlan itu tidak semuanya mengacu kepada RPJMD.
“Program progam yang tidak prioritas jadi prioritas. Program yang bukan jadi kewenangan (Pemprov) dibiayainya,” beber dewan lima periode itu.
Dampak dari semua itu banyak program prioritas tertunda pembayaranya. Ruslan menyingung hajatan Pemprov bersama DPRD NTB meminjam Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebanyak Rp 750 M untuk menutup belanja yang belum terbayar.
“Kenyataanya dialihkan membuat program baru. Banyak program yang tidak sesuai dengan RPJMD. Sehingga tepat seperti yang dianalisa FITRA (Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran) itu,” katanya.
Ruslan meminta kepemimpinan Zul Rohmi menghentikan semua itu. Mereka diingatkan supaya kembali ke RPJMD. Tidak lagi ada program yang tidak prioritas dikerjakan. Dalam RPJMD jelas sudah dituangkan ada target target yang harus dilakukan.
“Karena kita sudah lakukan revisi RPJMD. Jadi itu solusinya kembali ke RPJMD,” terangnya.
Ditempat yang sama anggota DPRD NTB, Asaad Abdullah mengatakan kondisi fiskal daerah saat ini sangat lemah. Hal inilah yang menyebabkan banyak proyek belum bisa dibayarkan. Politisi NasDem itu kemudian memberi solusi salah satunya supaya Pemprov NTB bisa menghentikan beberapa pengerjaan jalan provinsi yang dibiayai dengan pola tahun jamak. Pemprov disarankan membayar sesuai yang dikerjakan saja kemudian dilakukan addendum kontrak lalu Perda percepatan jalan di revisi.
“Ini salah satu yang bisa dilakukan,” terang sekretaris Komisi IV DPRD NTB itu.
Kedua jalan yang belum sama sekali mulai dikerjakan supaya tidak dikerjakan. Misalnya jalan jalan Pejanggik yang akan menelan anggaran Rp 16 Milyar tidak dilanjutkan. Pengerjaan jalan Pemuda supaya di stop. Jangan sampai ambisi untuk terus membangun sementara uang tidak ada. Padahal semua jalan jalan tersebut masih dalam kondisi mantap.
“Jangan memaksakan kehendak. Mana yang belum dikerjakan potong, stop dulu. Ini satu satunya cara supaya hutang kita berkurang,” terangnya.
Adanya pinjaman PEN Rp 250 M untuk dana infrastruktur itu bukan berarti tidak menyisihkan hutang.
“Malah kita masih ada hutang. Masih banyak. Tinggal bagaimana kita kurangi sekarang,” pungkasnya.
Sementara itu ketua TAPD NTB yang juga Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi yang coba dikonfrimasi media belum bisa memberikan keterangan hingga berita ini diturunkan. (jho)