LOBAR – Keseriusan Pemkab Lombok Barat (Lobar) untuk penanganan bencana dinilai masih setengah hati. Buktinya, penanganan mitigasi bencana belum diimbangi dengan anggaran memadai.
Wakil Ketua I DPRD Lobar Hj Nurul Adha mengapresiasi adanya keseriusan Pemkab Lobar membuat program prioritas penanganan bencana di 2023 untuk lingkungan hidup dan kawasan daerah rawan bencana. Sayangnya politisi PKS ini menilai keseriusan Pemkab itu belum diimbangi dengan kebijakan anggaran yang tepat.
“Kalau pemda menganggap ini serius dan prioritas masuk dalam prioritas pembangunan pemda mestinya harus disertai anggaran yang prioritas. Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah itu,” kata Nurul yang ditemui, Selasa (14/2/2023).
Menurutnya, pemda seharusnya menyadari atau memperhitungkan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk mitigasi dan penanganan bencana. Termasuk kebutuhan untuk fasilitas mitigasi dengan melihat tingkat kerawanan dan penyebab bencana pada daerah rawan bencana. Namun Ketua DPD PKS Lobar itu melihat, hal itu tak serius diperhatikan Pemda. Bahkan mitigasi bencana di Lobar belum dilakukan secara runut dan penanganannya kerap kali tidak sampai tuntas.
“Dalam mitigasi bencana harus ada pemetaan, mana daerah-daerah yang rawan bencana. Kemudian, setelah itu harus ada juga identifikasi terkait persoalan yang berpotensi mengakibatkan bencana. Sehingga jika penyebab bencana tersebut sudah diketahui, ditentukan langkah untuk mencegah terjadinya bencana, serta anggaran yang dibutuhkan,” jelasnya.
Selama ini, kata wanita yang akrab disapa Umi Nurul itu, Pemda hanya turun membawakan bantuan ketika ada bencana seperti air bah ataupun banjir. Hal itu justru dianggap bukan sebagai solusi penanganan bencana. Seharusnya dicari akar masalah yang menyebabkan bencana dan perencanaan penanganannya.
“Kemudian terhadap korban yang rumahnya terdampak, apa penangananya untuk korban banjir? Tidak hanya butuh sembako, tapi misal perbaikan rumah dan seterusnya,” jelas dia.
Penanganan itu tentu saja membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Terlebih setiap tahun terjadi. Mestinya Pemda sudah ada perencanaan anggarannya terutama untuk mitigasi. Agar tidak terus menambah pekerjaan rumah (PR) dengan hanya melakukan penanganan pasca bencana. “PR kita akan tambah lagi-tambah lagi, tambah lagi rumah yang rusak, tambah lagi korban. Justru kelihatannya kecil. Kalau tidak ditangani secara tuntas, akhirnya jadi banyak pengeluaran kita,” kata dia mengkritisi.
Ia pun tak membantah menerima laporan minimnya mitigasi dan penanganan bencana di Lobar. Bahkan ia langsung mendengar dari BPBD soal minimnya anggaran, serta kurangnya tenaga teknis yang terampil.
“Solusi-solusi mesti ada. Kalau misal kekurangan anggaran solusinya apa?” pungkasnya.
Sebelumnya, BPBD Lobar tak membantah minimnya anggaran untuk program mitigasi bencana. Kabid Kesiapsiagaan BPBD Lobar, Tohri mengaku sementara ini program yang dijalankan hanya terkait peningkatan kapasitas dengan pendidikan aman bencana.
“Itu salah satu mitigasi yang coba kita terapkan di 2023 ini melalui beberapa sekolah di Lobar. Sudah saya petakan di setiap wiilayah masing masing satu sekolah,” terangnya.
Selain itu pihaknya berusaha terus mengembangkan Desa Tangguh Bencana yang sudah terbentuk sekitar 32 desa. Dimana 25 terbentuk dari lembaga swadaya masyarakat, 2 dari BNPB, dan 5 dari program BPBD Provinsi. Pemda pun cukup terbantu dengan adanya Desa Tangguh Bencana karena tak terlalu banyak mengeluarkan anggaran.
“Kita juga mencari peluang diluar, baik itu dari BPBD Provinsi, BNPB maupun lembaga swadaya yang bergerak pada pra bencana. Alhamdulillah sekarang ini pusat Studi Pembangunan NTB akan membentuk tiga lagi desa Tangguh Bencana,” imbuhnya.
Ia juga mengakui tidak ada anggaran untuk fisik ataupun fasilitas mitigasi bencana. Hanya ada anggaran untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia. “Dengan keterbatasan anggaran itu, kita berinovasi dengan menggandeng lembaga-lembaga yang bergerak dalam penanganan bencana. (win)