Belajar dari Medsos, Bakal Kembangkan di Kelurahan Prapen
Budidaya maggot hasilnya sangat menjanjikan. Modalnya hanya sampah. Akhir-akhir ini banyak orang di Lombok mulai serius menjalankan bisnis maggot. Demikian juga bagi Muzaili, 37 tahun warga Lingkungan Semarang, Kelurahan Prapen, Kecamatan Praya.
KHOTIM – LOMBOK TENGAH
CARA ini diperoleh dari belajar di media sosial facebook, selanjutnya di praktekkan. Hasilnya, membuat Muzaili bisa tersenyum. Dimana budidaya maggot focus dijalankan pria asal Lingkungan Semarang Kelurahan Prapen, Kecamatan Praya.
“Awalnya saya hanya ingin ternak maggot saja, saya hanya belajar lewat media sosial juga,” cerita pria kelahiran 31 Desember 1985 ini.
Muzaili selama ini hannya membuat pakan maggot ini dari sisa penjualan limbah buah di sekitaran Kelurahan Panjisari dan Prapen. Setiap sore dan malam dia diantarkan satu keresek. Sementara saat ini hanya masih dalam kapasitas kecil dalam produksi mengingat masih dalam proses memperbanyak produksi yang terus di putar dari maggot menjadi lalat penghasil maggot menjadi indukan.
Sebelumnya, dia keseharian sebagai peternak ayam dan bebek yang juga sangat prihatian dengan kebersihan lingkungan masyarakat, biasanya sampah organik menjadi polusi yang paling tidak disukai. Kemudian dia memutar otak terus berpikir supaya dapat dimanfaatkan kembali.
” Untuk ternak dapat diberikan sebagai pakan unggas dan ikan. Bahkan kadal, cicak dan tokek banyak ditemukan saat malam harinya di areal ternak yang memakan maggot. Iya seperti katak juga sangat suka, jadi bukan hanya untuk pakan ternak kita aja,” sebutnya.
Diceritakannya, prosesnya yang pertama kali harus dipersiapkan yakni tempat, dan tidak jadi masalah tempat yang luas ataupun sempit yang penting ada tempat penampungan saja. Dia pada awalnya hanya menggunakan boks strofom. Namun kelemahannya dimakan ayam. Kemudian ia melakukan uji coba biofon permanen menggunakan semen dan ditutupi paranet.
Sementara, awal penumpukan limbah yang bau setelah 3-4 hari mengingat langsung proses hari itu saja. Kalaupun bagi yang ingin memancing lalat BSF dengan adonan dedak dicampur air dicampur dengan satu botol yakult dan dua shaset royko.
“Awalnya saya beli bibit baby maggot dengan harga 7.000 per per 250 gram. Saya beli di Bengkel, Lobar dan Sengkol Pujut, namun belinya sekali kemudian saat ini sudah dapat membuat bibit sendiri,” ceritanya.
Katanya, keunikan maggot yakni disaat dalam bentuk maggot banyak membutuhkan makan. Sementara dalam kondisi sebagai lalat itu tidak membutuhkan makan, hanya membutuhkan minum saja selama hidupnya 4-5 hari sampai mati.
Adapun lalat yang sudah mati ini juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ayam dan bebek, bahkan dapat difermentasikan lagi menjadi pakannya maggot. Bahkan kedepan setelah lama ini dia proses budidayakan maka cangkang maggot yang usai menjadi kepompong dan bangkai lalatnya dapat divermentasi lagi menjadi pakan maggot kembali atau menjadi pupuk tanaman yang dinamai kasgot. Bahkan hingga proses itu kedepan tidak butuh lagi sampah organik, artinya dapat terus menerus diproses dengan limbah dirinya sendiri.
Katanya, maggot ini juga merupakan makanan pengganti pakan pabrik. Yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir bagi para peternak terus meresahkan mengingat harga yang semakin menukik tajam. Namun halnya sama maggot ini tidak kalah protein yang dibutuhkan ternak dan kandungan nutrisinya dapat dikatakan hampir sama. Seperti, konsentrat pedaging dan jagung.
” Cukup dengan campuran 10 kilogram dedak dengan maggot 2 kilogram saja. Dimana maggot ini sebagai pengganti konsentrat dan jagung pada pakan saat ini yang sedang mahal, ini dapat menjadi solusi ekonomis,” yakinnya.
Kedepan planning dari kegiatan ini dalam rangka mengajak masyarakat hidup bersih dari sampah organik. Kemudian dari maggot dapat mendapatkan lingkungan bersih dan nutrisi ternak, pupuk pertanian dan juga dapat bernilai ekonomis.
Sehingga diharapkan dapat sebagai contoh inspiratif sebagai demplot dari lingkungan Semarang, kemudian akan ditularkan ke semua lingkungan di Kelurahan Prapen dalam rangka menuntaskan masalah sampah organik dan mengangkat nama baik kelurahan.(*)