MATARAM – Bupati dan Walikota di NTB diingatkan untuk tak gegabah jika ingin menerapkan tatanan new normal (tatanan baru). Pasalnya, angka kasus Covid-19 di NTB masih tinggi. Data gugus tugas Covid-19 NTB, tertanggal 1 Juni kasus tembus diangka 670. New Normal ini awalnya disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dimana tatanan new normal akan diterapkan jika reproduction number (R0) di sejumlah provinsi telah menurun di bawah 1. Selain itu, new normal akan dilakukan jika sektor-sektor tertentu di lapangan mampu mengikuti tatanan baru tersebut.
“Daerah yang bisa Newnormal itu jika grafik kasus melandai turun, RO di bawah 1. (Sementara) Kasus Lombok, grafik masih naik dan RO di atas 1,” terang Anggota DPRD NTB, HM Khairul Rizal di Mataram, kemarin.
Untuk itu, jika daerah ingin memberlakukan tatanan New Normal, dia mengingatkan agar waspada. Waspada jika terjadi second wave (gelombang kedua) yang lebih parah. Suami dari Wakil Gubernur NTB itu mencontohkan bagaimana Swedia menyesal new normal sejak awal. Dampaknya, kini Swedia menjadi negara dengan kematian tertinggi di dunia akibat Covid-19 ini.
“Makanya harus waspada. Waspada terjadi second wave (gelombang lebih besar),” pesannya.
Pemda lanjutnya, harus sudah siap dengan kemungkinan terburuk, terkait pasilitas rumah sakit dan peralatan, termasuk ketersediaan ventilator. Jika ingin menerapkan New Normal ia menyarankan semua kepala daerah agar mematuhi arahan pemerintah pusat dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI meminta ada enam hal yang harus disiapkan secara matang oleh pemerintah sebelum menerapkan new normal. Hal ini sesuai instruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pertama adalah pemerintah harus memastikan pengendalian virus corona sudah dilakukan. Jangan sampai langsung menerapkan new normal tanpa ada pengendalian yang dilakukan di wilayah-wilayah yang bersangkutan. Kedua yang perlu disipakan adalah rumah sakit yang memadai untuk penanganan Covid-19. Menyiapkan rumah sakit atau sistem kesehatan untuk identifikasi, isolasi, testing, hingga karantina.
Selanjutnya, pemerintah harus memastikan pencegahan dan perlindungan pada masyarakat, khususnya pencegahan dan perlindungan dari Covid-19 terhadap masyarakat rentan dan berisiko tinggi.
Selain itu, harus disiapkan protokol-protokol untuk melakukan upaya-upaya pencegahan di lingkungan kerja. Semua protokol harus dipersiapkan terlebih dahulu, termasuk untuk sosialisasinya.
IDI juga menegaskan, pemerintah harus bisa mencegah kasus impor Covid-19. Pemerintah harus bisa melindungi warga Indonesia dari potensi penularan Covid-19 yang dibawa orang asing. Terakhir, yang paling penting berkaitan dengan sosialisasi penerapan new normal. Persiapan penerapannya di masyarakat harus terus dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi sebelum memasuki fase new normal.
Rizal mengatakan, kebijakan Newnormal ini menjadi ranah Bupati Walikota. Pemrov posisinya menjalin koordinasi dengan kabupaten kota. Untuk itu jika ada daerah di NTB yang ingin memberlakukan New Normal itu agar betul betul memperhatikan imbauan pusat dan IDI.
“Setau tiang Bupati Walikota yang punya kebijakan Pemprov berkoordinasi dengan kabupaten. Himbauan, arahan sekarang tergantung bupati walikota. Kalau ingin New Normal Ikuti arahan pemerintah pusat dan IDI terkait syarat syarat memberlakukan new normal,” kata Rizal.
Secara pribadi, Rizal menginginkan jangan sampai di NTB ada penerapan New normal terlebih dahulu. Apalagi jika melihat grafik kasus yang makin meninggi hari ini.(jho)