MATARAM – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB mulai melangsungkan rapat kerja teknis penyelesaian sengeketa dengan mengundang Bawaslu Kabupaten Kota. Kegiatan itu sebagai persiapan menghadapi potensi pengajuan sengketa pasca penetapan pasangan calon bupati wakil bupati dan walikota wakil walikota yang akan berlangsung 23 September ini. Terlebih Bawaslu sudah mendapatkan bocoran, ada potensi sengketa yang akan terjadi pascapenetapan tersebut.
“Kami sudah dapatkan informasi ada potensi sengketa,” ungkap Koordinator Devisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu NTB, Yuyun Nurul Azmi, kemarin.
Yuyun mengatakan, potensi sengketa itu sebelumnya ada pada penyerahan syarat dokumen calon perseorangan, bahkan di dua daerah yakni, Lombok Tengah dua Bapaslon mengajukan sengketa ke Bawaslu dan dikabulkan satu Bapaslon selanjutnya di kota Mataram, dimana dari putusan itu pengadu kini melakukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) di Surabaya.
Selanjutnya, pasca calon perseorangan selesai dilanjutkan dengan tahapan pendaftaran termasuk juga Bapaslon yang diusung partai politik. Tahapan berikutnya balon mengikuti syarat pencalonan yaitu tes kesehatan namun dari laproan Bawaslu kabupaten kota semuanya memenuhi syarat.
Namun demikian, potensi sengketa memungkinkan terjadi disebabkan beberapa hal yaitu, tidak memenuhi syarat administrasi, keabasahan ijazah, tidak mencukupi partai politik, tidak memenuhi syarat dukungan termasuk parpol mencabut dukungan. Untuk diketahui saat ini, sedang proses penelitian semua syarat calon dan syarat pencalonan. Sehingga sesuai jadwal tahapan penetapan akan berlangsung di tanggal 23 September itu. Di hari itu akan terlihat apakah Balon memenuhi syarat atau tidak.
“Saya kira akan ada (sengketa) disitu,” ungkapnya.
Terkait dengan Informasi yang didapatkannya, Bawaslu tidak mau membuka jenis potensi sengketa apa yang akan terjadi meski misalnya TMS, tapi bisa saja nanti di pengumuman KPU MS. Sehingga putusan KPU tidak merugikan satu Bapaslon itu. Dalam hal ini, Bawaslu di daerah tersebut juga sedang melakukan kroscek. Yuyun mengatakan, ini menyakut kode etik sebagai penyelenggara terlebih belum ada pengumuman (penetapan) KPU.
Sengketa itu ada karena ada yang dirugikan. Sengketa itu bisa ada antara peserta pemilu dan penyelenggara dan peserta dengan peserta. Sehingga jika ada yang di TMS kan, maka berpeluang bersengketa karena menyebabkan seseorang dirugikan. Sengketa itu adalah sengeketa yang diakibatkan oleh keluarnya Berita Acara KPU yang menyebabkan Balon dirugikan.
“Kita tidak tau setelah selesai penetapan ada sengketa, tetapi kami tau ada potensi. Sudah bisa kami baca akan ada potensi sengketa. Makanya kami panggil Bawaslu kabupaten kota untuk ini (mengikuti Rakenis Penyelesaian Sengeketa),” terangnya.
Pada Rakenis tersebut peserta dari kabupaten kota ditekankan pada tata cara penyelesaian sengekata yaitu, menggali fakta persidangan karena fakta persidangan menentukan putusannya.
“Nanti kota akan latih bagaimana caranya (bekerja),” katanya.
Yuyun mengatakan, sesuai aturan pengajuan sengketa saat ini langsung ke Bawaslu dan banding dilakukan di TUN. Sementara mengenai waktunya pengajuan sengketa itu, selama tiga hari setelah penetapan yaitu tanggal 24-26 September. Untuk hari pertama Bawaslu menerima pengaduan sengketa dari pukul 08.00 hingga 16.00 dan di hari terakhir pada pukul 08.00, hingga pukul 24.00 untuk masa waktu penyelesaian sengketa itu selama 12 hari terhitung dari hari pertama pengajuannya.
Yuyun menerangkan, setelah penetapan tiga setelahnya waktu kampanye berlangsung hingga masa tenang dimana jenis kampanye awal tertutup nantinya akan berlangsung terbuka. Di masa kampanye itu juga ada potensi sengketa yang bisa terjadi antar peserta pemilu. Namun sengketa jenis ini disebut sengketa cepat yaitu penyelesaiannya secara tepat.
“Di dalam tahapan kampanye ini berpeluang terjadi sengketa antar peserta dan ini masuk sengketa cepat bisa diselesaikan di tempat itu,” ungkapnya. (jho)