SUMBER: Dari kanan, Ketua Bawaslu Loteng, Abdul Hanan, Kasi Pidum, Abdul Haris dan Murdi.

PRAYA-Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), Abdul Hanan menegaskan, pihaknya telah memaksimalkan pengawasan baik dari tingkat TPS sampai dengan tingkat kabupaten. Hal ini mengingat kerawanan pemilukada sudah menduduki peringkat empat nasional. Ini disampaikan Hanan saat menjadi narasumber di acara sosialisasi netralitas ASN, TNI dan Polri di D’max Hotel, Kamis kemarin.

Hanan menerangkan, semua orang berhak melaporkan pelanggaran yang terjadi dalam kurun waktu 7 hari, sejak dikatuhi kejadian. Namun sayangnya, akhir-akhir ini banyak ditemukan warga justru melaporkan dugaan pelanggaran di media social (Medsos).

“Kami yang mengawasi belum mendalami dan memproses beberapa kejadian yang beredar belakangan ini, mengingat tidak adanya laporan yang masuk,” ungkap Hanan.

 Dijelaskannya, namun postingan di medsos dijadikan bawaslu sebagai laporan awal dalam mengungkap fakta yang ada.

“Dari 15 kasus saat ini sudah diteruskan ke Komisi ASN untuk mendapatkan sanksi, sementara empat lainnya belum, dan 11 ASN telah menerima sanksi,” ungkapnya.

Sementara itu, Asisten Bupati Bidang Hukum Loteng, Murdi menyampaikan pentingnya netralitas ASN mengingat yang melekatpada dirinya, terlebih adanya pelanggaran kode etik diluar ke wilayahan yang merupakan atensi penting yang harus matang dipertimbangkan meskipun secara individu merupakan masyarakat Loteng.

“Sikap ASN yang berpolitik tidak bisa dikatakan netral seutuhnya mengingat adanya hak  memilih dalam konteks ke ASN-nya. Tidak seperti TNI dan Polri yang total tidak ada hak memilih dan dipilih,” kata pria yang sempat diklarifikasi Bawaslu ini.

Di tempat yang sama, Kasi Pidum Kejari Loteng, Abdul Haris mengusulkan supaya segera mengeluarkan surat edaran (SE) kepada ASN dan OPD terkait soal menjaga netralitas. Mengingat tidak maksimalnya terkait pembahasan karena factor keterbatasan dampak pandemi Covid-19.

“Harusnya apapun kegiatan yang menguntungkan dan merugikan calon tidak diperbolehkan, medsos pun juga harus masuk dalam peraturan tersebut, supaya jelas,” tegas dia.

Haris menduga, apabila adanya ASN yang terlibat, pihaknya tidak bisa mengambil hanya dari bahasa pelaku saja, mengingat sangat tidak mungkin adanya seseorang yang mengakui kesalahannya di hadapan hukum. Maka mengacu pada hukum acara pidana, harus menggunakan alat bukti sebagai penegakan hukum, apabila memenuhi alat bukti dan kuat maka otomatis diteruskan ke pengadilan. Namun apabila ada kasuistis yang berbeda merupakan alat bukti yang berbeda, selain Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pidana, pidana, Undang-Undang ITE dan juga Undang-Undang Covid-19.

“Sehingga tidak ada dalih ketika terjerat hukum, semua jelas dan kuat,” katanya tegas.(tim/buy)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 288

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *