KLU – Adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, membuat seluruh Peraturan Daerah (Perda) menyangkut Pajak dan Retribusi juga akan mengalami penyesuaian.
Terhadap itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Utara melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Utara menggelar Uji Publik dan Forum Group Diskusi (FGD) yang berlangsung di Hotel Anema Resort Kecamatan Tanjung, Rabu (10/5/2023).
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Lombok Utara Ir. Hermanto yang membuka kegiatan itu mengungkapkan, penyesuaian ini adalah respon atas munculnya aturan baru. Karena sebelumnya yang menjadi pedoman yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Sehingga rangkaian kegiatan ini akan bermuara menjadi sebuah perda baru yang bakal mengeliminasi perda nomor 3,4,5, dan 6 yang dijadikan dasar rujukan daerah dalam memungut retribusi.
“Semua itu (perda pungutan retribusi) akan dikolektifkan menjadi satu. Sehingga perda lama tidak akan berlaku ketika perda baru ini ditetapkan, ini tahapan masih panjang salah satunya ya uji publik FGD ini,” ungkapnya.
Mantan Kepala DP2KB PMD Lombok Utara ini mengatakan, dalam penyesuaian nantinya akan ada sejumlah kewenangan yang akan ditarik oleh Pemerintah Pusat pun sebaliknya. Salah di antaranya Hermanto menyebut pungutan retribusi Minuman Beralkohol (Minol). Adanya aturan baru ini juga disebutnya pasti menimbulkan dampak bagi daerah kendati ia meyakini dampaknya akan sedikit lantaran target yang dirasa minim.
“Tahun depan ada beberapa kewenangan yang akan diambil alih oleh pusat, termasuk retribusi minol. Saya tekankan, didalam retribusi harus hati-hati karena rentan dengan pungli kita berani pungut retribusi harus dibarengi juga dengan penataan apa yang kita lakukan ditempat tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bapenda Lombok Utara Ainal Yakin melalui Kepala Bidang Pendapatan Bapenda Lombok Utara Arifin menjelaskan, kegiatan uji publik FGD terkait rancangan peraturan daerah mengundang perwakilan dari hotel, tokoh masyarakat, pelaku usaha wisata, hingga instansi terkait untuk menampung kritik serta masukan. Manakala ada masukan dalam rangka pemantapan perda yang baru nanti, akan terakomodir sepanjang memenuhi aturan.
“Ini menjaring masukan masyarakat terhadap muatan lain jadi ketika ada masukan yang kaitan terhadap rancangan ini maka akan diakomodir,” jelasnya.
Secara spesifik, tidak hanya sejumlah item kebijakan yang bakal diambil alih pusat demikian sebaliknya. Arifin menyebut, PKB dan BBNKB juga akan menjadi kewenangan daerah untuk menarik tidak lagi provinsi, disamping itu terdapat satu nomenklatur dalam aspek pajak di antaranya pajak hotel, restoran, serta hiburan yang masuk dalam Pajak barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Pembahasan aturan ini ditargetkan bisa segera selesai sehingga diharapkan dapat terimplementasi pada awal Januari 2024 mendatang.
“Kemudian ada perubahan nomenklatur seperti pajak hiburan pajak restoran akan menjadi satu nomenklatur. Yang jelas tahun depan perda ini sudah bisa diterapkan,” bebernya.(dhe)