JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA Sambirang Ahmadi - Ruslan Turmudzi

MATARAM – Terkait kewajiban pemenuhan modal inti Bank NTB Syariah sebesar Rp 3 triliun, Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi mengatakan Bank NTB Syariah harus ‘diselamatkan’. Pasalnya, peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi Bank Umum Pasal 8 Ayat 5 menegaskan bahwa, bagi Bank milik Pemerintah Daerah (Pemda) wajib memenuhi modal inti minimum paling sedikit Rp 3 triliun paling lambat tanggal 31 Desember 2024 mendatang.

Katanya, apabila sampai tanggal yang ditentukan modal inti minimum belum terpenuhi, kata dia, maka konsekwensinya Bank NTB Syariah akan terdown great atau turun kelas menjadi BPR, yang mana artinya kegiatan usahanya menjadi terbatas.

“Sekarang modal inti bank NTB Syariah baru terpenuhi Rp 1,374 triliun. Sisanya Rp 1,626 triliun harus bisa dipenuhi dalam 3 tahun ke depan,” tegas Sambirang, Kamis (15/4) di Mataram.

Sambirang mengatakan, tujuan dari POJK sebagai bagian dari upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan demi mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kemudian juga sebagai upaya untuk mendorong industri perbankan untuk mencapai level yang lebih efisien menuju skala ekonomi yang lebih tinggi.

“Oleh karena itu, mengapa Bank NTB Syariah harus diselamatkan? Selama ini Bank NTB Syariah telah menunjukkan progress yang menggembirakan baik dari sisi aset, pembiayaan dan (dana pihak ketiga) DPK nya. Ditengah persaingan industri perbankan yang ketat, aset Bank NTB Syariah mampu tumbuh 21,05%, pembiayaannya tumbuh sebesar 14,85% dan DPKnya 8,69%,” kata politisi PKS itu.

Dibanding bank konvensional di NTB, porsi DPK Bank NTB lebih besar yakni 22%. Hanya saja porsi kreditnya yang masih harus terus digenjot supaya terus bisa kompetitif. Dari total 26 BPD di Indonesia, hanya dua yang syari’ah, yaitu Bank NTB dan Bank Aceh. Sementara pertumbuhan perbankan syariah, terutama di NTB, sangat baik. Porsi pembiyaan syari’ah di NTB 66% bersumber dari Bank NTB Syari’ah.

Untuk menuju Desember 2024 yang harus dilakukan Pemda untuk memenuhi modal inti Bank NTB Syariah menurutnya jika tekanan COVID-19 ini tidak segera mereda, akan sangat terasa berat untuk memenuhinya. Hal ini disebabkan APBD NTB masih tergantung pada Dana Transfer, sementara selama Covid-19 ini dana transfer juga dirasionalisasi untuk pencegahan dan penanganan COVID19.

“Disisi lain PAD kita sudah terbebani kewajiban untuk mencicil Perda jalan sebesar Rp 750 miliar sampai 2022. Inilah tekanan fiskal kita, berat sekali,” sebutnya.

Untuk itu harus ada upaya Pemda dan DPRD keluar dari tekanan tersebut. Dimana Pemda harus kembali menormalkan APBD dengan pengelolaan belanja yang berkualitas dan mengoptimalkan penerimaan daerah.

“Bagaimana kita menyelamatkan Bank NTB di tengah tekanan COVID19 dan Perda Jalan? Inilah yang harus kita pikirkan bersama,” katanya.

“Kalau tidak segera ada solusinya, maka APBD akan tersandera terus hanya untuk satu bidang pekerjaan umum, sementara bidang lainnya juga butuh sentuhan anggaran signifikan, seperti sektor pertanian, pendidikan, pariwisata dan lainnya. Disisi lain Bank NTB Syariah terancam turun kelasnya bila modal intinya belum (mencapai) Rp 3 triliun sampai 2024,” sambungnya.

Dikatakannya, dewan mendorong pemerintah untuk bergerak cepat menyikapi sejumlah persoalan. Termasuk mengevaluasi aset-aset yang tidak produktif.
“Saya pribadi mendorong pemerintah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi aset-aset yang tidak produktif untuk dilepas atau diberikan saja ke Bank NTB dan dihitung sebagai tambahan penyertaan modal, dari pada mangkrak,” sarannya.

Untuk menormalkan APBD ia juga mendorong Pemda untuk melakukan upaya kolaborasi dengan BUMN yang menyiapkan fasilitas bantuan untuk program penanganan infrastruktur di bawah kordinasi Kemenkeu, seperti PT Sarana Multi Infrastruktur atau lainnya,” demikian Sambirang Ahmadi menambahkan.

Sementara itu, Anggota DPRD NTB Ruslan Turmudzi justru mengatakan tidak pelru melihat prestasi dari temuan adanya penyelewenangan dana Rp 10 miliar oleh oknum peyedia pelayanan nontunai Bank NTB Syariah dengan pelaku inisialPS. Modus yang dilakukan dengan cara mentransfer ke tiga rekening berbeda yang dipegang PS.

Anggota Komisi IV DPRD NTB, Ruslan Turmuzi mengatakan prestasi Bank NTB Syariah mengungkap fraud dengan cara tracing ribuan transaksi justru blunder.

“Pekerjaan tracing atas mutasi dalam dunia perbankan merupakan pekerjaan rutin dan berulang-ulang, bukan merupakan keistimewaan dan spesial. Itu pekerjaan pegawai setingkat clerk (juru tulis) dan pegawai dasar yg duduk sebagai back office,” ujarnya dikonfirmasi terpisah.

Ruslan menilai janggal jika temuan fraud tersebut diapresiasi. Apalagi terungkapnya dugaan penyelewengan tersebut karena adanya demo dari masyarakat, bukan karena langsung diungkap oleh manajemen bank.

Ditambah lagi, manajemen Bank NTB Syariah baru melaporkan kasus tersebut ke APH, setelah adanya demo masyarakat. Itu terkesan baru serius bertindak saat diketahui oleh publik.

“Jadi janggal kalau seorang Dirut mendapat apresiasi jika pekerjaan pegawai setingkat clerk/back office dilakukan oleh Dirut. Pendekatan tracing mutasi atas fraud wajib dilakukan untuk mengetahui jumlah kerugian material dan ritme mutasi atas fraud yg dilakukan oleh pelaku,” tegasnya.

Ruslan menilai janggal jika Rp 10 miliar tidak terdeteksi dalam tracing transaksi. Apalagi katanya, bank tersebut hanya ramai saat gajian PNS, transaksi kas daerah atau program pemerintah.
“Jadi hati-hati Dirut memberikan klarifikasi, bahwa kerugian bank sudah terekspos Rp10 M, mungkin dugaannya lebih dari itu,” katanya.

Ruslan juga menyoroti klaim Dirut soal pertumbuhan Bank NTB Syariah. Sebelumnya, Direktur Pembiayaan Bank NTB Syariah, Muhamad Usman, mengatakan kemajuan bisnis Bank NTB Syariah terus menunjukkan kemajuan dari sebelum berkonversi.(jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 334

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *