Farid Falatehan

MATARAM – Kredit fiktif di perbankan tidak dapat dipungkiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih terjadi, termasuk di NTB bahkan sangat mudah terjadi. Faktor utama kredit fiktif dapat terjadi yaitu jika terjadi konspirasi, kongkalikong sejumlah pihak di dalamnya.

Sementara terkait dengan jumlah kasus di NTB, OJK  tidak membeberkan secara detail berapa.”Iya ada lah satu dua,” terang Kepala OJK NTB, Farid Falatehan di Lobar saat pertemuan dan pelatihan wartawan ekonomi NTB yang diselenggarakan Bank Indonesia Perwakilan NTB, Jumat pekan lalu.

Farid menjelaskan, kredit fiktif bisa terjadi ketika terdapat konspirasi dari berbagai pihak di dalam perbankan. Mereka para oknum bisa saling kerjasama untuk bekerja termasuk membungkam para pihak di dalamnya malah biasnya konsekuensi terjadi ketika ada yang ingin melaporkan pasti akan dipecat.

“Ada konspirasi di bank. Kadang kadang kerja sama satu pimpinan dengan yang lain, secara diam-diama bisa jadi,” katanya.

Berikutnya, kredit fiktif terjadi manakala audit internal tidak bekerja. Harusnya audit internal itu melakukan pengawasan keuangan di dalamnya. Audit internal kemudian melakukan pelaporan kepada OJK itu sendiri.

“Setiap bank ada namanya audit internak.

Audit internal itu harus mengetahui kegiatan harian. Itulah yang harus dipastikan memberikan laporan kepada OJK,” katanya.

Dari sisi aturan kredit fiktif itu berdampak pada hukuman pidana. Selain itu juga aturan administrasi perbankan oknum yang berbuat pasti akan langsung dipecat.

“Kalau udah nekat, ketahuan ia penjara. Kalau ketahuan ancamannya 10 sampai 15 tahun,” tegasnya.

Farid mengimbau agar perbankan menjalankan kredit secara berhati hati. Khususnya di pandemi ini OJK meminta agar relaksasi kreditnya harus tetap jalan. Yang paling utama operasional perbankan sebisanya lebih irit. (jho)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *