PRAYA – Bakal Calon Wakil Bupati Lombok Tengah, L Aswatara memberikan sorotan terhadap kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun yang santer disorot mantan Inspektur Inspektorat ini soal kinerja pengawas di kecamatan bahkan desa.
Aswatara mengatakan, sangat mustahil pengawas bisa memberikan sanksi kepada calon petahanan. Pasalnya, pengawas di bawah saat ini banyak masuk di jajaran pemerintah.
“Bagaimana seseorang bisa memberikan sanksi tegas, jika orang yang memberikan sanksi ini masih di bawah orang tertentu yang sedang menjabat. Contohnya, seorang Bawaslu yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di tingkat desa, kemudian pasangan yang akan dijatuhi sanksi berasal dari paslon incumbent. Jadi ngak akan mungkin diberikan sanksi jika pengawas ini masih menjabat di struktur pemerintahan,” ungkap dia pada Radar Mandalika saat ditemui disela kegiatan sosialisasi di kantor KPU, beberapa waktu lalu.
Aswatara mengingatkan, dalam undang-undang nomor 23 yang memberikan sanksi hanya aparatur pengawasan enter (APE). Sementara saat ini, yang publik tahu pengawas tingkat kecamatan dan desa banyak berasal dari ASN/PNS, atau orang perangkat desa. Dan pertanyaannya, apakah mereka berani memberikan sanksi tegas ?
”Ini yang kami pertanyakan,” kata dia singkat.
Sementara itu, informasi yang berhasil dikumpulkan Radar Mandalika di lapangan. Banyak ditemukan onkum ASN secara terang-terangan terlibat politik praktis. Demikian juga banyak ditemukan paslon yang menggunakan fasilitas Negara sebagai lokasi pertemuan dan kegiatan berbau politik.
Namun sayang, keberadaan pengawas atau Bawaslu di tempatkan di desa bahkan kecamatan. Belum berhasil mencium aroma pelanggaran tersebut.
“Di salah satu sekolah bahkan tempat ibadah digunakan. Cuma mau bilang apa, Bawaslu adanya di kabupaten saja,” kata mantam pengurus partai yang menolak dikorankan namanya ini.(buy/tim)