ARIF/RADARMANDALIKA.ID BAKAR: Pendemo saat bakar ban bekas di depan pintu masuk ke kantor dewan NTB, Senin kemarin.

MATARAM – Penolakan lahirnya UU Omnibus Law yang sebelumnya ditetapkan DPR RI dalam sidang paripurna, masih muncul di NTB.

Senin kemarin, puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Mataram yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Aspirasi Rakyat (APARAT) kembali turun ke jalan. Mereka sempat membakar ban bekas di depan kantor DPRD NTB.

Adapun tuntannya, massa meminta UU itu dicabut dengan dikeluarkannya Perppu oleh Presiden Joko Widodo.

“Kami menggugat mencabut UU Ombibus Law,” kata kordum aksi, Irian sembari teriak.

Bagi mereka, kehadiran UU Cipta Kerja itu bentuk ingkonsistusi yang dilakukan negara kepada rakyatnya. Omnibus Law itu kerjasama pemerintah dengan para investor luar negeri. “Tolak Ombibus Law,” teriak massa.

“DPR goblok, DPR goblok, DPR goblok, DPR begok, DPR begok DPR tolol,” ucap massa teriak.

APARAT menilai, narasi awal UU Cipta Kerja adalah menyelesaikan persoalan obesitas regulasi, namun kenyataannya merombak semua UU yaitu ada 73 UU agar selaras dengen kepentingan. Sehingga esensi UU ini bukan penyederhanaan melainkan deregulasi neoliberal yang membawa tiga tujuan pertama kemudahan berinvestasi meliputi perizinan, ketersediaan lahan, pendirian bangunan, tenaga kerja, dan resentralisasi perizinan. Kedua menurunkan biaya ketenagakerjaan meliputi upah, jaminan sosial, pesangon dan lainnya. Dan ketiga biaya resiko investasi yaitu terkait dampak lingkungan.

Pada sektor ketenagakerjaan, deregulasi ini mendorong fleksibilitas tenaga kerja berupa pelonggaran sistem kerja kontrak (batas waktunya dihapus) dan outsourcing (syarat syarat nya dihapus),  legalisasi untuk upah perjam dan persatuan hasil dan dam kerja. Selain itu, UU ini juga memudahkan PHK terhadap pekerja atau ketentuan surat peringatan tiga kali dihilangkan.

Pada sektor pertahanan ada pasal pasal yang menghidupkan kembali azaz pertahanan, Hindia-Belanda yaitu domein Verklaring (pengusahaan tanah tanah terlantar dan tidak jelas pemiliknya oleh negara untuk diserahkan ke swasta lewat konsep Bank Tanah dan Hak Pengelolaan (HPL).

Dalam urusan pangan ada bahaya yang mengancam konsep kedaulatan pangan karena memasukkan impor sebagai sumber penyediaan pangan di UU lama atau UU 18 tahun 2012 tidak ada. Kemudian syarat syarat melakukan impor pun tidak ada.

Dalam kontek lingkungan, izin lingkungan, sebagi persyaratan usaha atau wajib Amdal /UKL/UPL) dihapuskan.  Selanjutnya setiap usaha kegiatan hanya dipersyaratkan persetujuan lingkungan yang kriteria dan persyaratan lebih ringan. Selain itu resiko lingkungan dipersempit hanya pada masyarakat yang terdampak langsung. UU seakan mengembalikan sentralisme ala orde baru. Ada banyak kewenangan pemerintah daerah yang ditarik kembali ke pemerintah pusat.

Cara pandang maupun substansi UU Cipta Kerja semata-mata untuk investasi, sehingga mengabaikan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan, kepentingan ekonomi nasional, dan azaz Pemerintah yang demokratis.

“Poin UU Cipta Kerja tak banyak menjawab persoalan mendasar yang menghambat investasi,” kata korlap lagi.

Lama berorasi, Sekwan DPRD NTB, Mahdi menemui massa aksi.(jho/rif)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 425

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *