LOBAR—Event tradisi Perang Topat 2025 kembali meraih sertifikat Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Pencapaian itu tidak membuat Bupati Lombok Barat (Lobar) Lalu Ahmad Zaini puas atas prestasi itu. Orang nomor satu di Lobar itu ingin membuat tradisi sarat toleransi beragama itu lebih besar. Tidak hanya sekala nasional namun juga internasional.
“Saya akan angkat ke level yang lebih tinggi, kalau perlu Kementerian Agama kita undang,” ujar LAZ saat dikonfirmasi selepas acara, Kamis (4/12).
Pelaksanaan event Perang Topat tahun ini dihadiri langsung perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang menyerahkan sertifikat KEN 2025. Selain itu jajaran Forkopimda Lobar hadir. Bahkan di sejumlah kursi penonton terlihat wisatawan mancanegara dari Australia, Belanda, bahkan rombongan wisatawan dari negeri jiran Malaysia.
Menurutnya warisan toleransi leluhur itu harus terus dijaga dan dilestarikan. Bahkan diperkenalkan hingga mancanegara. Sebab Perang Topat itu simbol kerukunan yang sudah terjalin lama antara Umat Muslim Sasak dan Umat Hindu Bali di Lingsar. Lantaran satu-satunya perang yang penuh kedamaian hanyalah Perang Topat.
“Perang Topat itu hanya simbol, disana tertuang kebersamaan, toleransi, persaudaraan dan gotong royong,” ucapnya.
Langkah inovasi yang akan dilakukan LAZ dengan menghadirkan tokoh agama dan ulama besar. Termasuk Kementerian Agama Republik Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan organisasi ulama besar di Indonesia. Karena tradisi Perang Topat ini bisa menjadi contoh toleransi antar umat beragama di Indonesia.
“Hadir dan menyaksikan bahwa bentuk toleransi seperti ini,” ujarnya.
Pelaksanaan event berskala besar akan membuat efek besar juga kepada daerah. Terlebih LAZ sangat menekankan setiap event yang digelar di Lobar harus memberikan efek peningkatan ekonomi lokal dan pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga pelaksanaan event Perang Topat tahun ini akan dievaluasi pihaknya. Agar di tahun depan event itu dipersiapkan jauh hari sebelum digelar.
“Kita harus kemas lebih awal, jauh-jauh hari,” pungkasnya.
Seperti diketahui event tradisi Perang Topat di kompleks Pura Lingsar yang digelar Pemkab Lobar setiap tahun itu bukan sekadar tontonan. Tetapi merupakan warisan luhur yang secara nyata menampilkan harmoni dan kerukunan abadi antara Umat Muslim Suku Sasak dan Umat Hindu Suku Bali di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dilaksanakan bertepatan dengan momen Pujawali Pura Lingsar atau pada penanggalan Sasih Keenam (bulan keenam) kalender Sasak, tradisi ini selalu menarik ribuan pengunjung lokal maupun mancanegara.
Event yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dan masuk dalam program Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ini menjadi cerminan identitas budaya Lombok Barat yang kental akan nilai toleransi.
Puncak Perang Topat merupakan akhir dari serangkaian prosesi sakral yang berlangsung selama beberapa hari. Ritual ini dimulai dengan berbagai upacara keagamaan di dua area suci utama dalam kompleks Pura Lingsar, yaitu Kemaliq (tempat ibadah Umat Muslim Sasak) dan Pura Gaduh (tempat ibadah Umat Hindu Bali).
Sebelum aksi saling lempar ketupat dimulai, ribuan warga, baik dari etnis Sasak maupun Bali, beriringan melakukan prosesi yang disebut Mendak Kebon Odeq (upacara mencari air suci) dan Murwa Daksina dalam keyakinan Hindu, serta Napak Tilas dalam keyakinan Sasak. Dalam prosesi ini, berbagai hasil pertanian, termasuk ketupat yang sudah dianyam, serta hewan kurban berupa kerbau, diarak mengelilingi Pura. Prosesi ini melambangkan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dan permohonan agar bumi senantiasa subur serta terhindar dari hama penyakit. Ketupat yang digunakan adalah ketupat yang diisi beras ketan. Ketupat ini sengaja dibuat dalam jumlah besar oleh kedua komunitas untuk dilemparkan selama ritual puncak.(win)
