MATARAM – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kian mencemaskan di tengah masa pandemi Coronavirus Disease atau Covid-19. Angka kasus DBD akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Kota Mataram terus mengalami peningkatan hingga mencapai 170 orang. Warga masyarakat diimbau jangan meremehkan DBD di tengah situasi kondisi saat ini.
“Yang meninggal dua orang karena terlambat berobat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr H Usman Hadi, kemarin.
Dia membantah jika Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram dikatakan lebih fokus menangani dan mencegah penyebaran pandemi Covid-19. Sehingga terkesan melupakan upaya pencegahan munculnya kasus DBD di ibu kota Provinsi NTB. Akibatnya terjadi lonjakan kasus DBD. “Ndak (seperti itu). Semua daerah di media naik semua (kasus DBD),” kelit Usman.
Demi mencegah timbulnya korban jiwa akibat penyakit DBD. Usman mengimbau warga masyarakat yang merasakan gejala-gejala penyakit DBD agar jangan takut datang ke fasilitas kesehatan (Faskes) terdekat. Di Faskes disebutnya sudah disiapkan alat pendeteksi gejala dini DBD. “Saya bilang, di Faskes itu ada alat juga untuk mendeteksi dini DBD,” jelas dia.
Upaya fogging atau pengasapan telah dilakukan di lokasi tertemtu. Selain itu, pihak dari puskesmas bersama kelurahan melalui para kader terus melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pihak puskesmas memberikan fasilitas seperti senter dan bubuk abate. Di mana bubuk abate ditaburkan di tempat atau wadah yang tergenag air. Seperti di bak mandi, pot bunga, dan lainnya.
Terpisah, Lurah Karang Taliwang, Lalu Ahmad Cahyadi menuturkan, sejauh ini sudah ada tiga orang warganya terjangkit penyakit DBD berasal di dua lingkungan dari tiga lingkunga yang ada di wilayahnya. Ketiganya rata-rata berusia anak-anak dan sudah dinyatakan sembuh alias tidak ada yang sampai meninggal.
“Di Lingkungan Karang Jero dua yang kenak, dan satu di Karang Bagu,” ungkap dia.
Meskipun sudah dilakukan fogging atau pengasapan di kawasan sekitar adanya kasus DBD di dua lingkungan itu. Kata Cahyadi, pihaknya tidak ingin lemah dan lengah dalam memberantas DBD meski di masa pandemi Covid-19. “Pemberantasan nyamuk sudah kita lakukan dengan program penaburan jentik. Dalam waktu dekat juga mungkin saya adakan lagi PSN-nya,” ujar dia.
Menurut Cahyadi, pemahaman dan kesadaran warga masyarakat soal perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti masih kurang. Kemudian ditambah perilaku warga yang terkesan abai dalam mengantisipasi munculnya penyakit tersebut. Hal ini tentu memicu adanya kasus DBD.
Karena itu, pemerintah kelurahan terus melakukan sosialisasi kepada warga masyarakat terkait pemberantasan nyamuk DBD. “Misalnya dia ada punya barang-barang bekas. Tempat penampungan air, di pot-pot bunga. Itu yang kurang diperhatikan,” kata Cahyadi. (zak)
Post Views : 297