IST/RADAR MANDALIKA DAPAT DANA: SMAN 11 Mataram yang mendapatkan DAK tahun 2022.

MATARAM – Pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk SMA, SMK dan SLB oleh Dikbud NTB dinilai kurang terbuka. Pengelolaan baru ini mulai sedikit terbuka pasca ramainya pemberitaan soal transfer fee DAK. Dipastikan jika tidak ada keributan, Dikbud tidak akan menerangkan ke public.

 

Demikian juga Dikbud melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak menyampaikan terang benderang informasi ini ke masyarakat. Sederhananya, siapa saja calon supplier yang diverifikasi untuk proyek ratusan miliar ini.

 

“Yang harus dipastikan bagaimana penentuan supplier, harusnya klir dilakukan secacara terbuka,” tegas Direktur Solidaritas Masyarakat Untuk Transparansi (Somasi) NTB, Dwi Ari Susanto, kemarin.

 

Dwi menegaskan, keterbukaan itu sangat penting agar publik mengetahui bahwa semua proses itu benar dilakukan. Terlebih belakangan ini mencuat dipermukaan dugaan fee DAK yang dilakukan transfer kepada oknum tertentu.

 

Dikatakan Dwi juga, undang-undang informasi publik jelas menyebutkan salah satunya tata kelola pengadan barang dan jasa. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun 2021 menyebutkan dengan tegas soal barang dan jasa, apa saja dokumen yang perlu dipublis.

 

“Disatu sisi membuktikan tuduhan transfer fee DAK itu tidak benar, disisi lain Pemda di dalam kerja melakukan tahapannya, itu dilakukan secara terbuka transparan,” tegasnya.

 

Katanya, jika Dikbud tidak ingin disoroti terus, Somasi memberikan masukan bagaimana membuka ruang keterlibatan publik seluas luasnya mulai dari proses awal dan proses seterusnya.

“Tata kelola informasi publik itu harus dilaukan dengan cara dilibatkan,” katanya.

 

Dijelaskannya, sosialisasi DAK yang dilakukan melalui jumpa pers beberapa waktu lalu gara-gara ada keributan dilaksanakan. “Ini mengartikan lemahnya tranparansi selama ini,” sentilnya.

Harusnya dari awal sosialisasikan bahwa pemprov medapat anggaran DAK untuk pembangunan sekolah. Mana saja sekolah itu, berapa anggarannya?

 

Tidak hanya itu, Dikbud pun dinilai terlalu membiarkan isu liar ini terus berkembang. Jika memang apa yang diduga publik itu tidak benar harusnya dibuktikan.  “Menurut kita (Somasi) kalau memang tidak terjadi tinggal dibuktikan saja. Bukan malah memberikan argumentasi yang tidak mendasar,” terangnya tegas.

 

Dikatakannya, memberikan argumentasi yang tidak mendasar itu apalagi memberikan analogi yang tidak pas terkesan pembelaan gelap mata. Jika transfer itu dilakukan antar orang luar Dikbud, maka Dikbud perlu menegaskan bahwa transfer itu tidak ada kaitannya dengan DAK. Termasuk Dikbud harus bisa memastikan tidak ada keterlibatan orang dalam, apakah itu karib keluarga atau orang yang memiliki pengaruh atau keterkaitan hubungan saudara atau dengan salah seorang pejabat Dikbud.

 

Dwi menyinggung adanya pengembalian uang transfer yang dilakukan anak anggota DPRD NTB sebesar Rp 75 juta, kendati berdalih rekeningnya dipinjam oleh adiknya dan transfer itu menyangkut hutang piutang. Jika memang itu bukan fee DAK mengapa harus transfer balik, apalagi pengembalian itu dilakukan setelah mencuat dipermukaan.

“Kalaupun terjadi antar oang luar. Dikbud tinggal buktikan aja kalau orang luar itu ndak ada kaitanya dengan persoalan DAK ini,” kata Dwi.

 

Dengan adanya pembiaran tersebut dinilai kurang tepat. Apalagi dugaan transfer fee DAK itu masuk dalam dugaan tindak pidana korupsi. “Seharuanya Pemprov memberikan penjelasan yang cukup mendasar. Itu tidak benar tapi dengan di kroscek yang dilakukan dengan semua pihak yang berkaitan langsung,” sebutnya.

 

Oleh karena itu, Somasi mengimbau publik untuk terus melakukan pengawasan secara bersama-sama. “Ini harus menjadi pemantuan masyarakat secara umum,” ungkapnya.(jho)

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 506

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *