PRAYA – Tragedi pilu meninggalnya balita Lailan Mahsyar Zainuddin (4 bulan), warga Dusun Pemotoh Barat Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara (BKU) Lombok Tengah yang diduga tidak mendapat pertolongan pertama dari RSUD Praya bakal berbuntut panjang. Sejumlah pihak berencana akan melaporkan oknum pihak rumah sakit ke aparat penegak hukum (APH). Dugaan mereka adanya pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) oleh pihak rumah sakit plat merah tersebut.
“Saya sekarang sedang membentuk (tim) hukumnya ini. Namanya Tim Hukum Keadilan Untuk Pelayanan Kesehatan Publik (TKPKP),” tegas Ali Al-Khairi pada Radar Mandalika, Minggu (16/10) kemarin.
Ali mengaku sudah berkunjung ke rumah orang tua almarhum, kemarin. Dia menuturkan, jika dirinya sudah melakukan wawancara (menggali informasi, red) secara lengkap dan mendalam dengan keluarga almarhum terutama pada ibu dan bapaknya. Juga pada keluarga yang ikut mengantarkan Lailan Mahsyar untuk mendapat pelayanan medis ke RSUD Praya, Rabu (12/10).
“Sementara ini dugaan saya memang terjadi pelanggaran standar operasional prosedur dalam pelayanan pada warga negara. Terutama hak dasar berupa hak atas pelayanan kesehatan yang memadai,” tegas pria yang juga Sekjen Gerindra NTB itu.
“Sehingga, tadi keluarga korban sudah meminta langsung kepada saya, untuk didampingi mengajukan keberatan,” sambungnya.
Ali menjelaskan, untuk langkah yang akan ditempuh selanjutnya itu akan didiskusikan terlebih dahulu dengan para tim hukum yang akan dibentuk. “Pastilah kami akan mengajukan upaya-upaya hukum untuk menegakkan keadilan, dan mendorong agar dikemudian hari peristiwa-peristiwa seperti ini tidak berulang,” terangnya.
Selain itu, pihaknya ingin pelayan-pelayan publik yang mendapat support dari negara baik gaji, tunjangan dan fasiltas-fasilitas lain yang bersumber dari pajak rakyat itu bisa memberikan pelayanan paling prima untuk masyarakat. “Sehingga ke depan kita berharap tidak ada lagi tragedi-tragedi yang mestinya tidak terjadi. Dan, setiap orang bisa memahami tugas, fungsi dan perannya dalam bertindak sebagai pelayan publik,” jelasnya lagi.
Dalam regulasinya, Ali menerangkan, kalau fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan dengan sengaja melakukan penolakan terhadap pasien itu dapat dituntut secara pidana dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar. “Kalau kealpaan ada dua (2) tahun ancamannya dengan denda Rp 200 juta,” katanya.
Sementara disinggung, pihak RSUD Praya telah membantah tidak melakukan penolakan terhadap pasien Lailan Mahsyar Zainuddin (Almarhum). Bahkan waktu itu pihak RSUD sempat melakukan pemeriksaan atau triase. Hanya saja, saat itu ruang UGD penuh terutama alat inkubator yang dimiliki rumah sakit ada tiga unit dan itu sedang terpakai semua. Sehingga, pasien disarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit Cahaya Medika (RSCM) Praya.
Menanggapi itu, Ali mengatakan, pihaknya menghormati keterangan yang disampaikan oleh pihak rumah sakit tersebut. Tapi, pihaknya memiliki hasil investigasi berbeda yang sementara ini tidak bisa diungkap di publik. Karena, itu merupakan bagian dari materi investigasi hukum.
“Silakan nanti kita uji saja di dalam penekanan hukum. Apakah memenuhi prosedur atau melanggar prosedur,” katanya.
Ali mengatakan, ada 15 orang advokat yang sudah mendaftarkan diri menjadi tim hukum dalam hal ini. “Saya pribadi jadi bagian dari kekuasaan hari ini. Tapi ini soal penegakan keadilan, soal tanggungjawab kemanusiaan. Dan, ini menjadi tanggungjawab keilmuan dan tanggungjawab profesi, tentu kami akan sangat berjuang untuk itu,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Pelayanan Medik RSUD Praya, dokter Basirun menegaskan sudah melakukan klarifikasi kepada dokter jaga dan perawat saat itu. Hasilnya, dipastikan sudah tidak menyalahi prosedur.
Dijelaskan, adapun kronologis versi pihak RSUD Praya. Berawal hari Rabu siang pecan kemarin pasien datang dengan ibu dan keluarga dan masuk UGD, di sana diterima dokter dan pasien sempat diperiksa namun almarhum membutuhkan peratwat urgen. Saat pasien datang diakuinya kondisi bet untuk pasien dengan kondisi seperti itu sudah penuh. Demikian juga incubator terpakai semua.
“Yang jelas kami pastikan sudah sesuai SOP teman-teman, ananda (almarhum, red) butuh oksigen kondisinya. Makanya disarankan segera ke rumah sakit terdekat, kebetulan RSCM dekat dari RSUD maka disarankan ke sana,” tegasnya, Sabtu kemarin.
Disampaikannya, selama ini tidak ada perbedaan pelayanan pasien BPJS, umum, bansos bahkan asuransi. Semua sama. Tapi ketika ada pertanyaan soal ini untuk kebutuhan penulisan resep, bukan membedakan obat dan pelayanan.
“Orang masuk UGD memang emosi tidak stabil beda dengan masuk hotel. Dan perlu diketahui, pasien BPJS atau umum memiliki kertas resep dan ini kebutuhan mengklaim juga,” jelasnya.
Tidak main-main, Basirun berjanji akan menindak ketika ada oknum pihak RSUD Praya melakukan pelanggaran dalam penanganan pasien. Kalaupun terbukti dia seorang honorer akan dipecat, PNS akan kita mutasi atau penurunan kenaikan pangkat,” tegasnya.
Diakui Basirun, kondisi di RSUD Praya memang mengalami kekurangan bet, saat ini ada 25 bet. Bahkan belum lama ini pihaknya telah mengumpulkan 29 pihak puskesmas membicarakan mekanisme rujukan.
“Sekarang kami sarankan ketika ada pasien rujukan dari puskesmas untuk meninggalkan bet di rumah sakit. Kami tidak ada niat menolak pasien,” katanya.(zak/tim)