PRAYA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB saat ini melakukan pemeriksaan terhadap pembangunan tiga kantor camat yang hingga sekarang masih belum tuntas. Padahal proyek ini mulai dikerjakan pada tahun 2019 lalu. Adapun tiga proyek pembangunan kantor camat dengan anggaran sebanyak Rp 8,2 miliar itu diantaranya, kantor Camat Kopang, Jonggat dan Pujut.
Inspektur Inspektorat Loteng, Lalu Aswatara menegaskan pembangunan tiga kantor camat saat ini sedang diaudit BPK. Sehingga dengan itu, pihaknya dari Inspektorat tidak bisa masuk untuk melakukan audit, karena BPK merupakan auditor tertinggi.
“Nanti tergantung hasil audit BPK. Berapa persentasi progres pengerjaan kantor itu. Hasil audit itu juga akan menjadi dasar pembayaran pada rekanan yang mengerjakannya,” ungkapnya saat ditemui dikantor Bupati Loteng, kemarin.
Ia menyatakan, audit BPK pada tiga kantor camat itu, bukan karena permintaan pihak dinas maupun pihak lainnya. Tapi, karena memang jadwal BPK sedang melakukan audit selama 40 hari di Loteng. Bahkan, bukan hanya tiga kantor camat ini saja yang dilakukan audit, malah proyek lainnya seperti proyek pembangunan Puskesmas, Pendopo Bupati, GOR, Air Mancur dan proyek lainnya.
“Semua proyek akan dilakukan audit oleh BPK. Karena memang itu masuk dalam jadwal audit mereka,” jelasnya.
Ia mengaku, pihaknya hingga sekarang masih belum terima surat untuk pengajuan blacklist dari Dinas PUPR Loteng. Namun, agar diketahui dasar melakukan blacklist pada perusahaan itu sesuai dengan audit. Karena, blacklist yang akan dilakukan itu bukan secara lokal saja. Namun blacklist ini dilakukan secara nasional. Sehingga, pihaknya nanti akan mengirimkan nama perusahaan-perusahaan yang akan di blacklist ke pusat juga.
“Kalau sudah di blacklist tentu perusahaan itu tidak boleh menerima proyek,” ucapnya.
Ia menjelaskan, seharusnya sesuai dengan aturan, jika perusahaan ini tidak bisa menuntaskan pengerjaanya, setelah diberikan waktu perpanjangan 50 hari, pihak dinas memberikan tindakan tegas dengan melakukan putus kontrak atau blacklist.
“Saya juga mempertanyakan alasan Dinas PUPR untuk memberikan kesempatan diskresi itu. Jangan sampai Dinas PUPR tidak membaca aturan. Karena diskresi akan diberikan pada orang karena tidak ada dasar hukum,” ucapnya.
Tapi kalau dasar hukumnya ada, berarti tidak diberikan diskresi. Sehingga pihaknya mengira ada kekeliruan bila pihak Dinas PUPR memberikan diskresi pada pihak rekanan yang mengerjakan pembangunan kantor camat ini.
“Coba lihat aturan dulu. Jangan sampai ada kekeliruan,” tuturnya.
Sementara itu, Komisi III DPRD Loteng, Andi Mardan menegaskan, pihaknya sangat menyayangkan apa yang dilakukan oleh dinas ini. Pasalnya pihak kontraktor dinilai saat ini terbukti gagal dalam melakukan pembangunan. Maka pihaknya meminta selain kontraktor di putus kontrak, mereka harusnya di blacklist.
“Ini jelas proyek gagal. Makanya kami tetap memberikan rekomendasi untuk putus kontrak,” terangnya.
Menurutnya, proyek ini memang sudah bermasalah. Jadi kalau memang aparat ingin mengusutnya, pihaknya dari DPRD akan mempersilakannya.
“Kalau memang diusut ya silahkan saja. Tapi saya harapkan proyek ini akan menjadi pembelajaran bagi pemerintah ke depanya,” tuturnya. (jay)