MATARAM – Kehadiran para Guru Besar (GB) atau Profesor di Universitas Islam Negeri Mataram (UIN) Mataram belakangan ini menyita perhatian dunia pendidikan di Nusa Tenggara Barat (NTB. Bagaimana tidak, dalam waktu terbilang cepat UIN Mataram terus mencetak Profesor. Bahkan setiap tahun.
Di tahun 2023, UIN Mataram menargetkan kemunculan 15 Profesor. Dimulai Januari tahun ini, dua dosen UIN Mataram yakni Winengan dan M. Sobry, ditetapkan menjadi Guru Besar sesuai Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 5471/M/07/2023 tentang kenaikan jabatan akademik atau fungsional dosen.
Winengan meraih gelar akademik tertinggi di bidang Ilmu Kebijakan Publik. Sementara M. Sobry sendiri di bidang Ilmu Pendidikan.
Wakil Rektor I UIN Mataram, Prof Dr Adi Fadli mengatakan kehadiran para Profesor itu tidak ujug-ujug. Mencetak para Guru Besar itu melalui dukungan program akselerasi guru besar kepada seluruh dosen UIN Mataram yang berpotensi secara kepangkatan. Akselerasi itu modelnya mendatangkan Tim teknis, Tim Pembimbing dari kampus-kampus UIN di luar daerah.
“Jadi memang tidak ujug-ujug. Program akselerasi guru besar ini mendatangkan tim pembimbing. Kemarin (2022), kita datangkan 5 orang tim pembimbing dari UIN Bandung,” terang Adi di Mataram, Kamis (2/2/2023).
Tim Pembimbing tersebut menggodok kemampuan peserta dari awal sampai selesai. Bimbingan penulisan artikel mulai dari Submit sampai proses diterima artikel mereka. Pendampingan intensif mereka terima di hotel selama 3 hari. Kemudian oleh pembimbing dilepas, namun komunikasi via WA grup maupun email dengan tim pembimbing tetap tersambung.
“Meskipun sudah dilepas tapi selalu komunikasi dengan Tim Pembimbing masing-masing. Itu yang terus dikawal sampai Jurnalnya terpublis,” jelasnya.
“Ditolak berkali-kali tapi tetap didampingi. Itu lebihnya program ini. Jadi ndak melepas begitu saja. Benar-benar pendampingan sampai dia diterima (jurnal), terpublis. Jadi manfaat bimbingan itu meminimalisir kesalahan-kesalahan teknis,” sambungnya.
Ady menjelaskan penekanan akselerasi itu pada penulisan Jurnal. Sebab syarat khusus menjadi guru besar itu Jurnal Internasional Bereputasi. Jurnal ini salah satunya terindeks Scopus.
“Itu syarat mutlak wajib,” katanya.
Jurnal yang Scopus ini pun harus sesuai dengan ijazah peserta. Lalu disertasinya sesuai dengan bidang ilmunya.
“Dia boleh punya Artikel tapi Jurnalnya itu tidak sesuai dengan bidang ilmunya, ditolak. Walaupun dia punya Jurnal Internasional terindeks Scopus tapi diluar bidangnya, nanti oleh penilai ditolak,” terang guru besar ke 13 UIN Mataram Bidang Studi Islam itu.
Menariknya, Tim Teknis/pembimbing pada program akselerasi itu ternyata bukan sekelas guru besar. Mereka merupakan anak-anak muda yang usianya 25-30 tahun namun mereka sudah punya Jurnal Terindeks Scopus 50 hingga 100 Jurnal.
“Mereka ada yang baru menempuh studi doktor tapi mereka sudah punya pengalaman yang luar biasa. Sedangkan dosen-dosen kita baru melek tentang Scopus,” terangnya.
Mengikuti program akselerasi, syaratnya harus doktor meski belum mencapai tiga tahun menjadi doktor namun mereka sudah bisa mengikuti proses-prosesnya.
“Guru Besar itu setelah tiga tahun jadi doktor tapi bisa sebelum masa itu, misalnya Lektor Kepala, diajukan dulu ke golongan 4b/4c sehingga setahun kedepannya bisa ajukan ke Guru Besar. Itu boleh ndak masalah,” katanya.
Tahun 2022 lalu pesertanya mencapai 20 orang mulai dari Dekan hingga Wakil Dekan lingkup UIN Mataram. Dari jumlah itu yang lulus sebanyak 11 dosen ditambah dua dosen lagi diawal tahun ini sehingga berjumlah 13 Profesor. Oleh karenanya Rektor UIN Mataram, Prof Dr Masnun menargetkan 2023 ini mampu mencetak 15 Guru Besar.
“Kemarin (2020) 11 yang jadi (Guru Besar). Menjadi 13 dengan Prof Winengan dan Prof Sobry ini awal tahun ini. Maka target tahun ini 10-15 Guru Besar,” terangnya.
Ady melihat target itu rasional. Sekarang ini saja sudah ada lima orang yang mengajukan. Dilanjutkan lagi di pertengahan tahun pengajuannya bertambah.
“Sehingga harapannya sesuai komitmen pak Rektor bisa mencapai target (15 Profesor) tersebut,” ujarnya.
Menurut Ady, UIN Mataram begitu memprioritaskan program Akselerasi tersebut. Katanya Akselerasi itu sangat ditentukan oleh Sumber Daya. Sumber Daya yang dimaksudkan para dosen dimasing-masing Prodi.
Menghadirkan para Profesor baru menentukan jabatan fungsional mereka sehingga bisa bernilai tinggi. Dalam akreditasi saja yang diakui minimal Lektor.
“Kalau Asisten Ahli ndak diakui. Itu sebabnya UIN sendiri mendorong para dosen menjadi Guru Besar,” jelasnya.
Selain kepentingan akreditasi kampus, Profesor sudah menduduki jabatan Mujtahid. Mempunyai otoritas keilmuan tinggi yang diyakini oleh akademik kemudian juga dipercayai oleh masyarakat luas.
“Hitungannya bisa dia berijtihad sendiri. Tapi sesuai bidang keilmuan masing-masing. Sehingga dimana pun mereka akan lebih dipandang. Baik sisi akademiknya, sisi sosial masyarakatnya,” paparnya.
Dari aspek materi, menjadi profesor itu tunjangannya banyak. Misalnya tunjangan kinerja bertambah sehingga bisa meningkatkan taraf kesejahteraan mereka.
Bagi UIN Mataram, kehadiran Profesor yang banyak itu ingin membuktikan diri bawah UIN bisa bersaing di level nasional maupun intenasional. Ini juga sekaligus mematahkan asumsi dunia luar bahwa Indonesia acap kali disebut masih terbelakang dari sisi ilmu pengetahuan. Terlebih dukungan Kementerian Agama untuk program Akselerasi Guru Besar itu cukup kuat. Sekarang ini sudah ada 200 Profesor yang muncul dari Kemenag sendiri.
“Ini menandakan bahwa kita itu mampu untuk menyaingi dunia luar. Ini sekaligus mematahkan asumsi Indonesia masih tertinggal,” pungkasnya.
Untuk diketahui sampai hari ini UIN Mataram memiliki 24 Profesor. (jho)