FENDI/ RADAR MANDALIKA H.M. Rumetan

Jalan Setapak 4 Km, Sebelum ke Praya Nginap di Pelambik

 

 

Hari ini mungkin banyak melihat kehidupan enak. Tapi di balik itu semua banyak perjalanan pahit pernah dilalui. Begitu juga perjalanan Camat Praya Barat Daya, HM. Rumetan. Pria yang lahir di pelosok Lombok Tengah ini sempat dititip untuk daftar sekolah, pernah tidak punya polpen untuk tes masuk. Bahkan kehidupan pahit lainnya.

 

FENDI-LOMBOK TENGAH

 

ADA banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan hidup Camat Praya Barat Daya, Lombok Tengah H.M. Rumetan. Pria kelahiran Montong Ajan 31 Desember 1966 ini lahir dari keluarga yang memiliki semangat untuk mengenyam pendidikan. Namun tanah kelahirannya tergolong terpencil dan jauh dari keramaian kota. Pendidikan sekolah dasar dia tempuh di SDN 1 Batu Jangkih, kala itu perhatian masyarakat akan pentingnya pendidikan masih rendah. Pada sekolah dasar itu ia menjadi siswa berprestasi, kelas empat sudah diikutkan ujian kelas enam, dan dinyatakan lulus.

Sementara, lulus dan masuk sebagai siswa berprestasi, Rumetan mencoba mendaftarkan diri untuk melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Praya. Dimana untuk bisa mendaftar dirinya harus menyusuri jalan setapak sepanjang 4 kilometer. Bahkan untuk bisa mendaftar sekolah, ia terpaksa dititip pada orang lewat untuk bisa sampai di Desa Pelambik kemudian menuju Praya esok harinya.

“Saya jalan kaki di jalan setapak, saya di titipkan di orang lewat dan diminta nginap di Pelambik, saat itu saya belum tau siapa yang akan saya jumpai di sana,” ceritanya.

Tidak hanya itu, keesokan harinya dia sorang diri datang mendaftar ke SMPN 1 praya. Tanpa bekal pengalaman dan pengetahuan tentang kehidupan Kota Praya, ia hanya menenteng ijazah untuk mendaftar, bahkan dirinya tidak mengetahui berkas apa yang dibutuhkan untuk daftar sekolah.

“Saya tidak tahu namanya foto copy, saat tes saya juga tidak punya polpen,” ceritanya.

Namun beruntung dia bertemu dengan seorang anak SMA yang bersedia mengantarkan untuk daftar dan melengkapi persyaratan pedafatraan mulai dari foto copy ijazah, pas foto dan kebutuhan lainnya.

Berbekal berkas dia hanya beridiri di depan SMPN 1 Praya, anak desa ini tidak tahu akan di bawa kemana berkas tersebut. Selang beberapa waktu, dia bertemu anak yang hendak daftar dan di bantu orang tuannya. Rumetan pun mengikuti kemana orang tersebut berjalan dan menyerahkan berkas.

Dia pun mencontek bagaimana cara mengisi formulir pendafatran, mengikuti tahapan untuk tes, hingga dinyatakan lulus masuk SMPN1 Praya tahun 1980.

Pendidikan SMA dia tempuh di SMAN 1 Praya, dimana jenjang SMP dan SMA dirinya selalu masuk peringkat lima besar.

Setelah lulus dari SMA pada tahun 1986, dia pun sempat menjadi penganguran dan kemudian menikah 3 Agustus 1987 dengan anak PNS. Setelah menikah dia mencoba mengadu nasib dengan berkebun kelapa hibrida, penyiangan kedelai dan juga padi pada era tahun 1990.

Kemudian pada waktu yang sama, dirinya di minta oleh mertuanya untuk ikut tes CPNS, dimana pada saat itu pemerintah membuka 2.500 pendaftar PNS. Namun dirinya masih enggan lantaran dinilai akan sangat sulit untuk lulus dengan jalur murni.

“Pikiran kita tidak akan bisa lulus kalau tidak ada orang dalam, saya tidak mau daftar,” ceritanya.

Kemudian karena desakan, ia pun akhirnya mengajak kakaknya untuk ikut tes, berkasnya pun diurus oleh sang kakak yang kemudian berbuah manis.

“Saya nebeng diuruskan dan alhamdullilah kita lulus berdua,” ucapnya.

Sejak itu, dirinya mulai berkarir di pemerintahan dengan menjabat berbagai jabatan di dinas pendapatan daerah. Tidak tangung- tanggung dia pun menjabat selama 14 tahun di dinas pendafatan dengan berbagai jabatan, mulai dari bendahara, bendahara rutin, upah pungut, hingga staf konsultasi. Kemudian pada tahun 2011 dia dipindahkan ke Kasi Trantif, 14 bulan kemudian dipindah ke Kasi Pemerintahan Kecamatan Praya Barat Daya. Baru kemudian 2022 dilantik sebagai camat.

“Saya tidak begitu berkarir,  sejak dulu diminta sebagai camat tapi saya tidak mau,” ungkapnya.

Pria kepala tiga ini menempuh pendidikan strata satu di Unizar Jurusan Hukum dan mendapat gelar sarjana hukum 2021 lalu.

Sebagai orang tua, dia berpesan bahwa pendidikan itu sangat penting bagi semua orang. Menurutnya ilmu itu harus dimiliki oleh setiap orang, bahkan di tengah kemajuan zaman ini dia menegaskan ilmu adalah warisan yang paling penting diberikan kepada anak, sehingga bisa meniti kehidupannya di masa depan.

“Jangan sekolah mau jadi ini dan itu, boleh kita bercita- cita, tapi kita harus pentingkan untuk memperoleh ilmu,” pesannya.(*)

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 1144

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *