PRAYA – Pembayaran parkir non tunai yang diterapkan mulai 1 Agustus 2023 di Bandara Internasional Lombok mendapat penolakan dari salah seorang kepala desa di Lombok Tengah. Pasalnya, pemberlakuan tersebut dinilai hanya akal-akalan pihak pengelola yang dampaknya menindas bagi masyarakat umum.
Kepala Desa Nyerot, Sahim menerangkan jika banyak masyarakat umum yang melakukan pengantaran warganya untuk bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau kepentingan lain. Dimana mereka hanya masuk Bandara dalam waktu yang singkat dan hanya sesekali, namun diharuskan membayar parkir dengan non tunai lewat kartu.
“Ini hanya akal-akalan saja orang pakai kartu hanya sekali,” terangnya pada Radar Mandalika, kemarin.
Kades menegaskan tidak mempersoalkan pemberlakuan parkir non tunai tersebut kepada taksi online, Damri, atau moda transportasi lain yang setiap hari keluar masuk bandara. Namun kebijakan ini sebutnya menyulitkan masyarakat umum yang berkunjung hanya sesekali untuk menjemput keluarga mereka.
“Kasihan masyarakat, kadang orang menjemput di ongkos Rp 50 ribu, itu akan habis untuk parkir,” tegas Sahim.
Ketua Forum Kepala Desa (FKD) Kecamatan Jonggat ini pun menegaskan, agar Pemprov NTB mempertimbangkan kebijakan tersebut. Pemangku kebijakan sebutnya tidak boleh tutup mata terkait kebijakan yang menindas masyarakat umum. Menurutnya, kebijakan parkir non tunai tidak boleh hanya dikeluarkan sepihak oleh pihak Angkasa Pura, namun harus ada dasar hukum dari pemerintah provinsi maupun Kementerian Perhubungan.
“Ini tidak masuk akal, harus ada Permenhub, tidak bisa hanya angkasa pura yang buat,” tegasnya.
Sebagai pemangku kebijakan di tingkat desa, pihaknya mengaku sangat kecewa dengan pemberlakuan parkir non tunai tersebut. Pihaknya mengajak semua pihak untuk menolak kebijakan yang dianggap sangat menindas masyarakat umum tersebut. “Saya benar- benar kecewa, ini harus diperjuangkan,” tandasnya.
Menyinggung tidak dilakukan penolakan sejak awal uji coba, pihaknya menerangkan jika tidak mengetahui rencana pemberlakuan parkir non tunai tersebut sebelumnya. Jika sejak awal dirinya mengetahui tentu akan langsung menolak kebijakan tersebut. Tidak diketahuinya informasi parkir non tunai ini sebutnya akibat dari minimnya sosialisasi dari pihak angkasa pura. Bagaimana bisa di ketahui masyarakat umum, sedangkan kepala desa selaku pemangku kebijakan di desa juga tidak mengetahui informasi dan alasan pemberlakuan parkir non tunai tersebut.
“Saya juga tidak tahu, harus ada sosialisasi, kades saja tidak tahu, ini artinya sosialisasi kurang,” tandasnya. (ndi)