PRAYA – Bangunan Pasar Seni Sengkerang di Desa Sengkerang Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah berdiri begitu megah. Namun, pelibatan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dipersoalkan.
Kades Sengkerang Lalu Awaludin menerangkan, sejauh ini pihaknya belum mendapat informasi apapun terkait pengoperasian pasar seni tersebut, termasuk terkait pelibatan para pelaku usaha yang ada di desa.
“Kita tidak tahu, pernah saya dengar ada pelatihan tetapi saya tidak tahu siapa yang dilatih,” ujarnya.
Kendati bangunan pasar seni tersebut berada di wilayah Desa Sengkerang, pihaknya menjelaskan jika selama ini tidak mendapat informasi resmi terkait apa kegiatan dan aktifitas yang dilakukan di dalam bangunan tersebut. Sebab menurutnya, selama ini pemerintah desa masih dianggap tidak ada oleh dinas terkait dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Loteng, sehingga tidak ada upaya komunikasi untuk bisa melibatkan warga.
Demikian pula berkaitan dengan pelatihan. Pihaknya memastikan jika sejauh ini belum ada warganya yang mendapat pelatihan terkait pelibatan produk mereka di pasar tersebut. Padahal jelasnya keberadaan pemdes dan warga mestinya bisa dirangkul sehingga hajatan pembangunan bisa tercapai.
Pemdes sebutnya setidaknya bisa terlibat dalam memberikan saran dan masukan terkait pelibatan para tokoh di masyarakat sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat.
“Kalau kami dilibatkan jelas saya akan berikan saran untuk melibatkan para tokoh di masing- masing desa,” jelasnya.
Lebih lanjut, mengenai pelaku UMKM yang akan dilibatkan di pasar tersebut. Pihaknya menegaskan jika sejauh ini masih belum mengetahui. Malah pihaknya mendapat desas-desus soal adanya pembagian jatah pelibatan UKM melalui lembaga swadaya masyarakat yang dinilai cukup rentan dan beresiko terjadinya gejolak di masyarakat.
“Malah informasinya diberikan jatah LSM untuk mengakomodir UKM. Tunggu saja nanti ini pasti jadi gejolak di masyarakat,” sebutnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah dapat lebih respon terhadap persoalan di bawah, khususnya yang berkaitan dengan pemerintah desa. Pihaknya menegaskan agar pihak pemerintah kabupaten bisa lebih banyak membangun komunikasi dengan pemdes. Sebab selama ini pemdes hanya dijadikan bemper saat terjadi masalah dan gejolak. Sedangkan setelah itu pemdes dianggap tidak ada.
“Kita hanya dijadikan landasan saat ada masalah, sekarang saya sudah lepas tangan, biarkan saja nanti apapun yang terjadi,” tandasnya.(ndi)