PRAYA – Sekda Lombok Tengah, L. Firman Wijaya menegaskan akan memanggil pihak pemerintah desa yang memaksa keluarga penerima manfaat (KPM) BPNT belanja sembako di tempat tertentu. Sebab ditegaskannya, KPM boleh belanja dimana saja.
“Kami akan panggil kepala desa yang melakukan kebijakan-kebijakan di luar aturan,” tegasnya kepada media, pekan kemarin.
Sekda mengakui, dalam persoalan ini saat ini tengah ditangani Ombudsman NTB. Firman pun mengaku masih menunggu pemberitahuan secara resmi dari Ombudsman. Pasalnya, desa yang diduga melakukan pemaksaan itu laporan secara resmi pihaknya belum menerima.
“Kita tunggu ada surat dari Ombudsman terkait insiden itu tentunya akan kita tindak lanjuti apa yang disampaikan,” janjinya.
Sekda juga mengaku menyayangkan jika ada oknum aparat desa atau siapa saja yang memaksa KPM agar membeli sembako di satu tempat. Demikian sangat disayangkan ada ancaman jika tidak namanya akan dicoret sebagai penerima manfaat.
“Makanya itu yang menjadi atensi kita, nanti ini menjadi catatan kami dan bahan evaluasi,” janjinya.
Sementara itu, adapun temuan dugaan melabrak aturan di Desa Labulia, Kecamatan Jonggat, Minggu (27/2).
Dimana KPM diarahkan membeli sembako (beras dan telur) di satu tempat yakni di lokasi penyaluran bansos. Padahal, Kementerian Sosial (Kemensos) mempersilakan para KPM untuk membeli sembako dengan uang bansos di warung manapun.
Informasi diterima Radar Mandalika lewat video, salah satu KPM mengeluhkan pengkondisian belanja sembako di lokasi pencairan BPNT. Dalam hal ini, ia menilai ada unsur pemaksaan. Setelah menerima uang bansos senilai Rp 600 ribu dari Pos penyalur, KPM rupanya diarahkan membeli paket sembako yang sudah dipersiapkan atau dikondisikan oleh pemerintah desa di lokasi penyaluran BPNT.
“Inikan seolah pemaksaan, harus mengambil barang. Barang ini ndak stabil dengan harga yang ditetapkan,” ungkapnya.
Ia hanya menerima beberapa paket sembako dari uang Rp 600 ribu yang diberikan untuk bulan Januari, Februari dan Maret. Yaitu 4 karung beras, dan 4 try telur. Ia menilai bahwa paket sembako yang didapatkannya itu tidak sesuai dengan nilai uang Rp 600 ribu. “Memang jauh beda ndak layak dengan harga pasarannya,” katanya.
Ia mengaku KPM diarahkan oleh pihak pemerintah desa untuk membeli sembako yang sudah dipersiapakan atau dikondisikan di lokasi penyaluran BPNT tersebut. “Harus mengambil barang katanya,” ungkapnya.
Hal demikian menurutnya seolah dipaksa diarahkan untuk membeli sembako dengan pengkondisian tersebut. “Ya begitulah unsur pemaksaannya itu. Ini paksaan artinya. Enaknya diambil uang separo, barang separo, jadikan enak kita, nggak jadi beban gini, apalagi kita mau pulang jauh,” keluhnya.
Hal senada juga diungkapkan salah satu KPM dalam video terpisah. “Katanya kita diumumkan ya, seperti itu sudah diumumkannya. Terus saya angkat tangan mengusul, kenapa bisa ndak kita belanjain di luar. Tapi ndak ada respons dari pak kepala desa,” katanya.
Ia juga pulang membawa beberapa paket sembako dari lokasi penyaluran BPNT. “Yang jelas kita dikasih segini. Jadi, kita sebagai rakyat biasa kita terima-terima aja. Katanya harus disyukurin di situ,” ungkapnya.
Sebelum pencairan BPNT secara tunai, ia mengaku bahwa KPM diberitahu oleh oknum dari pihak pemerintah desa dimana KPM akan mengambil uang bansos senilai Rp 300 ribu dan Rp 300 ribu untuk sembako. “Tapi lain lagi setelah di sini (ketika penyaluran bansos tersebut),” ungkap perempuan berjilbab itu.
Kepala Desa (Kades) Labulia, Mahjat angkat bicara. Dikatakan, pihaknya terlebih dahulu sudah menyampaikan kepada para KPM terkait pembagian BPNT. “Kita sudah sampaikan sebelum pembagian, bahwa KPM akan menerima uang dari Pos sejumlah Rp 600 ribu. Setelah itu, kalau sudah terima uang dari Pos maka ibu bapak saudara yang mendapatkan bantuan silakan berbelanja sembako karena ini bukan untuk uang beli baju, uang untuk beli pulsa, dan lain sebagainya. Ini khusus untuk sembako. Nah, bapak kalau sudah menerima itu silakan belanja di mana saja,” ungkapnya.
Hanya saja, Pemdes Labulia terkesan mengarahkan para KPM agar belanja sembako yang sudah dikondisikan atau dipersiapkan baik di kantor desa maupun di SDN 2 Labulia. “Cuman di sana itukan ada lapak-lapak di situ (lokasi pencairan BPNT). Silakan berbelanja di dekat-dekat. Seperti itukan. Kebetulan dari BUMDes sudah menyiapkan lapak di situ, silakan berbelanja,” kata Mahjat.
“Setelah itu, masyarakat atau KPM yang sudah mendapatkan itu. Ada yang belanja dua tray, ada yang belanja dua pcs, dan lain sebagainya. Seperti itu dan langsung pulang,” tambahnya.
Dia mengaku, ada sekitar lima lapak sembako yang dipersiapkan baik di kantor desa maupun di SDN 2 Labulia. “Di situ masyarakat mengambil barang,” kata Mahjat.
Pertanyaannya, kenapa ada pengkondisian belanja sembako di dua lokasi pencairan BPNT tersebut. Terkait itu, Mahjat menerangkan, banyak warga yang e- Warong membawa barang sembako di lokasi pencairan BPNT, dan dititip di BUMDes. “Sekaligus BUMDes lah yang akan memang mengakomodir gitukan barang-barangnya,” katanya.
“Nanti kalau misalnya berapa yang laku misalnya, nah ini yang direkap sama BUMDes- nya,” tambahnya.
Dijelaskan, tidak semua KPM membeli sembako yang diakomodir BUMDes tersebut. “Hampir kurang lebih 40 sampai 50 persen lah yang berbelanja di situ. Dan, yang lain itu ada juga yang belum ngambil, ada juga yang tidak belanja,” tandas Mahjat.
Dia pun membantah jika ada unsur pemaksaan terhadap para KPM untuk belanja sembako yang diakomodir BUMDes di lokasi pencairan BPNT. “Bukan pemaksaan. Karena kan nilai sembako Rp 600 ribu. Itukan harus dibelanjakan semua. Tetapi banyak juga masyarakat yang tidak mengambil gitukan,” tandas Mahjat.
Lebih lanjut, dia tidak memungkiri jika pengkondisian barang sembako di lokasi pencairan BPNT itu memang hasil kesepakatan bersama. “Ini kesempatan kita semua. Dari perangkat desa, perangkat kewilayahan untuk kita siapkan. Kebetulan dalam rapat itu hadir juga Ketua Forum Kepala Desa (FKD) Lombok Tengah, dan itu menyarankan regulasi cara kita penyaluran teknis dan sebagainya. Bukan keinginan kepada desa sendiri,” bebernya.
Pengkondisian sembako di lokasi pencairan BPNT ini dilakukan dengan dalih agar para KPM benar-benar memanfaatkan uang bansos yang diterimanya guna membeli kebutuhan pokok atau sembako yang sudah ditentukan berdasarkan kriteria tertentu.
“Karena tugas desa adalah memantau pemanfaatan uang yang Rp 600 ribu itu di kemana saja,” kata Mahjat. Sembari menyebut, jumlah penerima BPNT tahun 2022 untuk pencairan tiga bulan ini ada sekitar 1.223 KPM.
Sementara di Desa Aikmual, Kecamatan Praya juga diduga KPM mendapatkan intimidasi oleh oknum tidak bertanggungjawab. Jika tidak membeli di kios ditentukan, KPM terancam namanya dicoret.(tim/zak)