DIKI WAHYUDI/RADAR MANDALIKA DIPERTANYAKAN: Pabrik material proyek ini diduga belum mengantongi izin.

PRAYA – Pemerintah Lombok Tengah terkesan tutup mata atas beroperasinya pabrik material yang diduga illegal ini. Pabrik ini beroperasi di Lingkungan Bagek Rende, Kelurahan Jontlak, Kecamatan Praya Tengah. Sampai dengan detik ini, pemkab belum ada tindakan. Ada apa?
“Masih kita anggap itu suatu yang illegal,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Loteng, Lalu Muhamadun pada Radar Mandalika, Kamis (9/9).
Pihaknya memang sudah dua kali turun langsung ke lokasi pabrik material yang berjarak hanya beberapa meter dari permukiman warga dan tidak jauh dari gedung DPRD Loteng. Bahkan surat teguran tertulis sudah dilayangkan pihak DLH ke pihak perusahaan.
Lantas, sejauh ini kenapa pabrik material tersebut belum juga ditutup. Padahal sudah lama beroperasi tanpa mengantongi izin dari Pemkab Loteng. Terkait itu dikarenakan terbentur dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berlaku mulai Febuari 2021. “Di sinilah kelemahan dengan Undang-Undang Cipta Kerja,” kata Muhamadun.
Dia mengatakan, UU Cipta Kerja berbicara tentang sanksi administratif berupa denda sebesar 5 persen dari nilai investasi atau modal. Di mana turunan dari UU itu adalah PP Nomor 22 Tahun 2021. Kata Muhamadun, aturan tersebut berbicara tentang denda. Tidak berbicara pidana atau sampai menutup aktivitas perusahaan sekalipun belum mengantongi izin.
“Memang di undang-undang tidak berbunyi begitu (penutupan). Orang yang tidak punya izin maka wajib didenda dan disuruh ngurus izin,” jelasnya.
Muhamadun menegaskan, pihaknya pun sudah meminta atau menyuruh pihak perusahaan untuk mengurus izin operasional pabril material di Jontlak tersebut. “Cuman dasar hukum kita mau menindak ini yang susah walaupun dengan polisi dan Pol PP,” katanya.
Menurutnya, UU Cipta Kerja sangat melindungi pengusaha. “Undang undang ini sangat melindungi pengusaha. Makanya sering didemo dulu-dulu. Sangat terlindungi pengusaha itu,” tambahnya.
Dia pun memberikan gambaran setelah berlakukanya UU Cipta Kerja ini. Di mana aktivitas perusahaan yang tidak mengantongi izin operasional atau dokumen izin lingkungan, itu hanya dikenakan denda. Dan, perusahaan diwajibkan untuk mengurus izin tentunya.
Lantas, apakah perusahaan yang beraktivitas di Bagek Rende ini sudah dikenakan denda karena sejauh ini beroperasi tanpa mengatongi izin. Ternyata parahnya lagi, Pemkab belum bisa mengenakan denda yang dimaksudkan. Karena sejauh ini, Pemkab Loteng belum memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.
“Saya belum tahu bagaimana menghitung nilai itu (denda). Siapa yang menghitung. Siapa yang mengenakan. Perda kita belum berbicara. (Belum ada Perda) karena memang undang-undang (Cipta Kerja, red) ini baru. Harus ada terjemahan dari Perda tentunya,” ungkap Muhamadun.
“Ini kelemahan kita dan seluruh Indonesia memang agak bingung. Kita belum punya payung hukum mau mendenda orang. Bagaimana meghitung itu (besaran denda). Dan, siapa yang punya kewajiban untuk melakukan penagihan. Apakah boleh mencicil (denda) atau tidak, itukan belum ada regulasi yang kita pegang,” tambahnya.
Dikatakan, pemerintah daerah masih agak gamang setelah berlakunya UU Cipta Kerja. Karena sampai sekarang Pemkab Loteng belum membuat aturan turunan berupa Perda. “Agak gamang sih kita di daerah karena kita belum terjemahkan seluruhan undang-undang itu,” kata Muhamadun.
Pihaknya akan mendorong hadirkan Perda yang dimaksudkan. “Cumankan masih perlu penganggaran untuk tahun 2022. Kita memang sedang mendorong ini ke inisiatif dewan. Sempat kami sampaikan ke Komisi III yang sebagai leading sektor kami di dewan,” ungkap Muhamadun.
Setelah berlakunya UU Cipta Kerja. Muhamadun menjelaskan, DLH pun sekarang tidak lagi langsung mengeluarkan dokumen izin lingkungan. Melainkan cukup lewat sistem. Beda halnya sebelum berlaku peraturan perundang-undangan tersebut. Di mana sebelumnya pihak perusahaan datang ke kantor DLH untuk mengurus izin.
“Kalau sekarang satu pintu. Lewat perizinan dulu perusahannya itu. Nanti kalau memang itu wewenang kabupaten. Dari situsnya perizinan akan diupload ke situsnya LH. Jadi, di sistem OSS itu sudah tertintegrasi,” terangnya.
Perusahaan yang membutuhkan dokumen lingkungan salah satunya tinggal mengurus persyaratan melalui sistem online pada perizinan. Baru kemudian dari perizinan mengupload dokumen secara online ke situs DLH. “Di LH lah diperiksa,” tambahnya.
Dikabarkan bahwa perusahaan yang beroperasi di Bagek Rendes, Jontlak tengah mengurus izin operasional pada perizinan. Lantas, apakah persyaratan dokumen izin perusahaan terkait sudah muncul di situs DLH Loteng. “Saya bilang di situs kami belum masuk,” ungkap Muhamadun.
Kalau sudah muncul di situs DLH Loteng. Kata Muhamadun, pihaknya kemuduain nanti akan menilai persyaratan dokumen izin lingkungan yang diajukan perusahaan. Item yang dinilai DLH intinya terkait dampak lingkungan. Yang terangkum dalam dokumen UKL/UPL yang disusun pihak perusahaan.
“Bisa saja kami tanyakan nanti, mana persetujuan masyarakat (sekitar pabrik). Karena kegiatan itu tidak lepas dari debu, bising. Sehebat-hebatnya kita melakukan pengolahan pasti ada itu,” katanya.
“Apa dampak negatif yang didapatkan oleh masyarakat. Apa kira-kira dampak positif. Tentu harus ada dampak positif bagi masyarakat. Jangan negatif-nya saja,” tambah Muhamadun. (zak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *