PRAYA – Pengosongan lahan di Hak Penguasaan Lahan (HPL) 04, 05 dan 06 di Dusun Kuta III Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah berdampak terhadap 257 Kepala Keluarga (KK). Bukan hanya rumah warga, juga sekitar 37 lapak atau warung masyarakat beserta 1 hotel milik Camat Pujut pun ikut tergusur.

Seorang warga ditemui radarmandalika.id yang sedang membongkar lapak, Mamiq Arya Ardi asal Dusun Penyalu Desa Kuta menyatakan, memang lapak yang ia bongkar itu bukanlah miliknya, namun ia hanya disuruh melakukan pembongkaran.

“Hotel juga ada satu dibongkar, tanpa ada kejelasan lokasi pindah jualan bagi pemilik lapak,” ungkapnya.

Sementara, warga lainnya yang sebagai penduduk nelayan di HPL 5 Dusun Kuta III Desa Kuta, Milih menceritakan, dulunnya yang membuka Desa Kuta ini adalah nelayan. Dimana ada tokoh masyarakat yang punya wewenang kala itu (namanya Papuk Endeng, Red).

“Saya tempati lokasi ini sejak tahun 1965. Saya juga saksi bisu kala itu tsunami di Kuta yakni tahun 1977 kala itu,” bebernya.

“Sementara dulu perjalanan dari Desa Sengkol hingga Kuta ini tidak ada akses kendaraan hanya jalan kaki saja,” tambahnya.

Pihaknya sangat kecewa atas pengosongan ini. “Kita diatur sama pemerintah ya mau gimana, menerima tanpa keikhlasan. Yang jelas kami kecewa. Memang lahan ini milik negara. Kemudian memang ada dijanjikan relokasi kita yakni di wilayah bawah gunung Prabu, dijanjikan oleh Camat Pujut,” katanya.

Dia menuturkan, dari masa BTDC masyarakat akan direlokasi, namun ia selalu bertahan, mengingat ganti rugi tali asih tidak sesuai dengan harga tanah saat ini. Mengingat kondisi masyarakat hanya sebagai nelayan yang hidup di pinggir laut dengan penghasilan perhari berkisar Rp 25-100 ribu.

Warga lainnya, Lalu Saparwadi yang mengaku lahan yang ditempati saat ini merupakan lahan kosong kala itu. Dimana pembebasan lahan era Presiden Suharto, saat lahan masih dikelola LTDC kemudian dipindah kelolaan oleh Rajawali, kemudian ke BTDC hingga saat ini dikelola ITDC.

“Lokasi relokasi ini belum sesuai, karena saat musim tertentu air laut masuk di wilayah itu, kemudian belum diratakan dan ditimbun. Kemudian saat kami bongkar rumah kami maka kita akan bawa kemana,” ucapnya sesal.

Terkait relokasi, dia meminta areal tanah sebagai relokasi harus jelas milik pemerintah. Karena lokasi yang ditawarkan pemerintah masih ada yang mengklaim lahan itu lahan milik pribadi.

“Sementara ini kita tidak bisa bertahan. Kita diberikan tali asih untuk pembongkaran lahan sejumlah 10 juta. Namun sekarang persoalannya rumah yang kami bongkar mau dibawa kemana.
Harapan kita supaya tidak terjadi huru hara, maka penting segera memberikan titik terang relokasi yang jelas,” tegasnya.

Pihaknua berharap agar pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat ini. Dan berharap dapat diakui sebagai masyarakat nelayan supaya ada lokasi yang diberikan tempat tinggal. Pemerintah harus bisa bersikap adil dan bijaksana terhadap masyarakat kecil.

Humas ITDC, Anggun yang dikonfirmasi melalui pesan WA terkiat persoalan tersebut belum memberikan keterangan jelas.

“Pengosongan lahan dimana yang dimaksud?” singkatnya. (tim)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 504

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *