LOBAR—DPD Gerindra Nusa Tenggara Barat (NTB) melaporkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Sekotong dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Barat (Lobar) atas dugaan pelanggaran kode etik dan tindak pidana pemilu (Tipilu). Lantaran dugaan kecurangan yang terjadi di Kecamatan Sekotong.

Laporan itu disampaikan kuasa hukum dan saksi dari DPD Gerindra NTB ke Bawaslu Lobar, Selasa (5/3). Sebab pihak KPU dinilai tidak menjalankan catatan rekomendasi dari Bawaslu saat pleno tingkat kabupaten untuk melakukan penyandingan data pemilih di Sekotong atas temuan Gerindra Lobar.

“Saat pleno di Jayakarta Hotel, sudah diberikan rekomendasi oleh Bawaslu untuk melakukan sandingan C Hasil dengan form D, tetapi itu tidak dihiraukan KPU,” terang pihak DPD Gerindra NTB, H Muhazam Fadli yang dikonfirmasi selepas pelaporan.

Sebelumnya pihak Gerindra menemukan dugaan adanya perbedaan data pengguna hak pilih di Sekotong. Karena tidak sesuai antara pengguna hak pilih antara Pilpres, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Dimana harusnya data pengguna hak suara itu sama untuk lima surat suara tersebut.

Dimana dari data yang dimiliki pihak Gerindra, jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Sekotong 48.511. Namun, dalam jumlah pengguna surat suara hak pilih, ditemukan banyak perbedaan. Seperti jumlah surat suara hak pilih Pilpres sebanyak 47.936, kemudian DPD RI berjumlah 48.017, lalu DPR RI berjumlah 47.990 dan DPRD Provinsi berjumlah 48.036. Data itu yang menjadi dasar pihak Gerindra melontarkan protes saat pleno di kabupaten. “Kita melaporkan PPK dan KPU karena tidak mengakomodir apa yang menjadi rekomendasi Bawaslu untuk melakukan penyandingan data,” ujarnya.

Tindakan KPU dan PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi itu dan justru melanjutkan pleno dinilainya sebagai tindak pidana dan pelanggaran kode etik. Karena sesuai regulasi harusnya KPU wajib mendengarkan rekomendasi dari Bawaslu tersebut. “Seperti di Kabupaten Lombok Utara ketika Bawaslu meminta untuk memvalidasi data itu langsung dilakukan buka kotak suara di depan (pleno) untuk menyandingkan Form D1 dengan form C hasil,” jelasnya mencontohkan.

Sebelumnya Gerindra juga sudah melaporkan dugaan kecurangan hilangnya suara partai besutan Prabowo Subianto. Yakni terjadi di 79 TPS di Kecamatan Sekotong, ada di Desa Buwun Mas, Cendimanik dan tersebar di beberapa tempat,” pungkasnya.

Menanggapi laporan DPD Gerindra NTB, Ketua Bawaslu Lobar, Rizal Umami mengatakan laporan itu hampir sama dengan laporan dari beberapa pihak lain terkait penyelenggaraan di Sekotong.

“Sudah ada empat laporan terkait dengan (dugaan) PPK Sekotong. Materinya sama terkait dugaan etik dan pidana pemilu,” ujar Rizal yang dikonfirmasi.

Menurutnya laporan itu sedang dalam proses penanganan, baik administrasi kode etik maupun Tipilu yang diduga dilakukan PPK Sekotong. Namun dari beberapa laporan yang masuk itu ada yang tidak memenuhi unsur materil. Menyebabkan sulitnya pembuktian dugaan penggelembungan suara seperti yang dituduhkan peserta pemilu atas PPK Sekotong.

“Harus dikonfirmasi bukti-bukti yang dibawa pelapor,” jelasnya.

Ia mengungkapkan pihaknya sudah menyampaikan saran perbaikan untuk menyandingkan C hasil dengan D Hasil sesuai yang dilaporkan oleh saksi Gerindra saat pleno Kabupaten Lobar.  Sayangnya saran perbaikan tidak diindahkan oleh KPU dan tetap melanjutkan pleno.

Ia menilai saran perbaikan itu masih bisa diakomodir saat pleno tingkat provinsi nantinya. Sesuai Pasal 399 sampai 400 Undang-Undang Pemilu.

“Ada jalan proses itu bisa diakomodir administrasinya dengan cara sama seperti kemarin, saran perbaikan terus penyandingan, merekapitulasi sesuai pasal 378 UU 7 tahun 2017,” imbuhnya.

Sehingga Bawaslu meminta seluruh pihak yang melapor agar memenuhi syarat dan bukti. Karena berbeda dengan dugaan pelanggaran kode etik yang tetap bisa berlanjut meski proses sudah di tingkat provinsi. Namun untuk pembuktian dugaan tipilu atas administrasi cukup sulit untuk ditindaklanjuti kembali. Lantaran pembuktian itu harus sah didapatkan dari saksi dan data form yang ada logo stampel penyelenggara. “Pleno provinsi menjadi satu-satunya jalan untuk membuktikan karena pleno kabupaten sudah selesai,” pungkasnya. (win)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 705

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *