ARIF/RADARMANDALIKA.ID DITAHAN: Mantan Direktur RSUD Lombok Utara inisial SH saat dikawal menuju Lapas kelas IIA Mataram, Senin kemarin.

MATARAM – Tim Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi NTB telah melakukan tahap penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum Pidana Khusus Kejari Mataram terkait perkara korupsi pembangunan penambahan ruang operasi dan ICU RSUD Kabupaten Lombok Utara tahun anggaran 2019.

Adapun tersangka SH yang waktu itu menjabat sebagai Direktur RSUD Lombok Utara sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera mengungkapkan bahwa beberapa waktu lalu tersangka SH batal dilakukan tahap 2 dikarenakan yang bersangkutan ketika itu sedang dalam keadaan sakit, hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukumnya dengan dibuktikan surat keterangan sakit yang diantarkan langsung oleh kuasa hukum tersangka SH ke pihak penyidik Kejati NTB.

Sebelumnya, tiga orang tersangka telah dilakukan tahap 2 oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi NTB ke Penuntut Umum Pidana Khusus Kejari Mataram, ketiga tersangka lainnya juga telah dilakukan penahanan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mataram, yaitu antara lain EB selaku PPK/Staf pada Dinas Kesehatan Lombok Utara. DT, Kuasa Direktur PT. Apromegatama/penyedia, dan SD konsultan pengawas.

Bahwa ketiga tersangka telah dilakukan penahanan oleh pihak Kejari Mataram selama 20 hari yang dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda NTB. Sedangkan untuk tersangka SH sendiri akan dilakukan penahanan oleh Penuntut Umum selama kurang lebih 20 hari ke depan, kemudian dititipkan di Lapas Kelas IIA Mataram mulai tanggal 9 Mei 2022 sampai 28 Mei 2022.

“Setelah Tahap 2 maka proses selanjutnya Penuntut Umum akan segera mempersiapkan administrasi untuk pelimpahan berkas perkara dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mataram,” bebernya, Senin kemarin.

Adapun pasal yang disangkakan kepada tersangka SH adalah melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, adapun alasan dilakukannya penahanan terhadap tersangka adalah, dikhawatirkan akan melarikan diri, serta menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan tindak pidana.

Sementara itu saat ditanya terkait kapan akan dilakukan pemeriksan dan penahanan terhadap tersangka DKF, Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera belum bisa memberikan keterangan.
“Saya belum dapat info kalau yang ini,” tegasnya lagi.(rif)

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 903

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *