LOBAR–Sudah sembilan bulan warga korban banjir dan longsor di Desa Kekait Lombok Barat (Lobar) tinggal di hunian sementara (huntara). Ironisnya, huntara berdiri di halaman warga. Kini, warga kembali menagih janji Bupati Lobar yang menyanggupi membangunkan rumah warga di hadapan Menteri Sosial Tri Rismaharini waktu itu. Namun nyatanya hingga kini tak ada kabar pasti kapan rumah warga korban banjir dan longsor yang terjadi 6 Desember 2021 lalu akan diperbaiki.
“Belum ada jawaban pasti kapan perbaikannya,” ujar Kadus Kekait Daye M Yusran saat ditemui, Jumat (16/9).
Ia hanya bisa berharap Pemda Lobar baik eksekutif maupun legislatif memperhatikan kondisi warga saat ini. Meski 27 kepala keluarga (KK) yang menghuni huntara dalam kondisi cukup baik. Namun warga merasa malu dan tak enak kepada pemilik lahan yang sudah berbulan-bulan ditempati. “Sudah mau hampir satu tahun belum ada kejelasan,” ucapnya.
Disinggung rencana Pemkab Lobar merelokasi rumah warga terdampak banjir dan longsor, karena wilayah setempat rawan bencana, Yusran mengaku sudah beberapa kali pihak Pemda datang menyampaikan hal itu. “Statemen pemda akan merelokasi warga-warga ini ke tanah milik Pemda di Gunungsari, tapi sampai sekarang ndak ada kabarnya,” tegasnya.
Rencana itu justru diragukan oleh pihak Pemkab Lobar sendiri. Bahkan terakhir kali Badan Penanggulangan Bancana Daerah (BPBD) Lobar mengunjungi warga mengaku tak ada anggaran untuk merelokasi. “Justru warga disuruh cari lahan sendiri. Siapa yang punya lahan itu yang akan didirikan rumah oleh pemda,” ungkapnya.
Para korban banjir dan longsor menilai Pemkab Lobar seakan lepas tangan untuk lahan relokasi. Sementara jika diminta membeli lahan baru, warga tak mampu. “Ekonomi warga maasih carut marut,” pungkasnya.
Terpisah Kepala Desa Kekait, HM Zaini mengaku pada bulan Desember pasca bencana, bupati sempat hadir memberikan semangat pada warga korban banjir. Di kesempatan itu, Bupati menyampaikan ikhtiar untuk melakukan perbaikan rumah warga di Februari 2022.
“Begitu bulan Februari saya mulai ditanya oleh warga, saya cuma bisa bilang sabar,” ungkap Zaini.
Diakuinya terdapat 27 KK korban bencana belum memiliki kediaman tetap dan masih menempati huntara. Pihaknya pun tak bisa berbuat banyak menggunakan anggaran desa untuk membantu warga. Sebab di tahun itu, anggaran desa dialokasikan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) covid-19 dan penanganan virus corona.
“Koordinasi kita dengan Pemda agak sepi ini setelah rapat terakhir yang dipimpin Sekda. Pak Sekdes yang saya minta ikuti rapat dan hasil rapatnya diminta kita ke Jakarta (meminta bantuan),” ungkapnya.
Sebelumnya, Pemkab Lobar menyebut masih ada Rp 14 miliar dana rehap rekom Rumah Tahan Gempa (RTG) yang tersimpan di kas BPBD. Hanya saja anggaran itu tak bisa dipergunakan untuk pembangunan rumah korban banjir dan longsor. Sehingga harus meminta izin rekomendasi BNPB untuk bisa mengalihkan anggaran itu. Hal itu diungkapkan pada rapat bulan lalu, sehingga desa disarankan ikut mendatangi pemerintah pusat. “Pak sekdes sudah mau berangkat, cuma dari pos anggaran mana kita mau cuilkan dana transportrasi. Karena tidak ada dana dari pemda untuk itu,” imbuhnya.
Selain rumah, jembatan penghubung dusun yang rencananya akan dibangunkan darurat oleh BPBD dari anggaran Dana Siap Pakai (DSP) sebesar Rp 25 juta tak kunjung turun. Pada akhirnya warga bergotong royong membangun jembatan itu. Warga pun inisitif menyumbang material untuk membangun jembatan permanen yang kuat.
“Pemahaman kita DSP bisa segera cair kapan saja kalau bentuknya darurat, tetapi sampai sekarang ndak cair. Sehingga saya binggung, apakah pemahaman kita di desa yang salah atau bagaimana pemahaman dana siap pakai itu,” tanyanya.
Pihaknya kini hanya bisa berharap Pemkab Lobar segera membangunkan rumah untuk warga. Karena dikhawatirkan musim hujan yang akan segera tiba. (win)