MATARAM – Dewan pengurus daerah (DPD) Demokrat NTB mulai mengevaluasi hasil Pilkada serentak 9 Desember 2020 kemarin. Lebih khusus paslon yang diusung Demokrat. Dari hasil evaluasi, kekalahan diakibatkan mesin politik koalisi yang tidak bergerak efektif dan kolektif.
“Seperti di KLU yang diprediksi menang ada partai koalisi yang mesinnya tidak bergerak,” ungkap Ketua DPD Demokrat NTB, TGH Mahally Fikri, Jumat pekan lalu di Mataram.
Katanya, efektivitas mesin pemenangan mendulang suara lemah.“Jadi untuk Pilkada belum mencapai hasil yang ideal,” katanya.
Tetapi dari sisi gerakan mesin partai Demokrat di setiap daerah, Mahally masih bangga. Gerakan mesin partai sangat nyata. Dicontohkannya seperti, di Kota Mataram elektabilitas H Baihaqi-Hj Baiq Diyah Ratu Ganefi awalnya di angka 2 persen. Ketika pemilihan menjadi 10 persen lebih.
“Bagi kami itu menunjukkan mesin politik bergerak kompak,” yakinnya.
Begitupun di daerah lain, seperti Lombok Tengah, Sumbawa, dan Dompu. Partai koalisi yang tidak kompak bergerak di lapangan berdampak pada perolehan suara pasangan yang diusung.
Mahally tak menampik, Pilkada memang tujuannya untuk meraih kemenangan politik. Tetapi tentu ada target minimalnya yakni, melihat apakah mesin politik bergerak atau tidak.
Mahally mengatakan, evaluasi itu bagian dari amanat DPP untuk DPD Provinsi dan DPC Kabupaten/Kota.
“Ya kami memang diminta melakukan evaluasi, sebenarnya evaluasi ini tadinya akan dihadiri DPP, tetapi karena korona, jadi cukup dilaporkan saja hasilnya nanti,” katanya.
Disinggung sanksi, DPD tidak melihat harus ada sanki bagi DPC di kabupaten kota meski tolak punggung Pilkada di daerah sendiri. Justru terbalik, DPD malah memberikan apresiasi kepada perjuangan DPC, apalagi kader yang berjuang berkorban hingga melepaskan jabatannya.
“Seperti di Lombok Tengah, Ziadi udah berkorban. Jabatan sebagai DPRD dia tinggalkan. Itu semua pengorbanan. Kami apreasiasi,” pungkasnya. (jho)