FOTOKHOTIM/RADARMANDALIKA.ID Widodo Dwi Putro

PRAYA – Keberadaan rawa di area pembangunan sirkuit MotoGP dilakukan T. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) disoal.  Dalam mediasi tertutup secara personal dan adu data antara pihak ITDC, dibahas pemerintah dan masyarakat  pemilik lahan yang masih bertahan di lahan area Sirkuit MotoGP Mandalika, merupakan polemik panjang yang terus bergulir baik dari klaim lahan dan pembayaran lahan yang belum tuntas. Dalam pertemuan terbatas di D’max hotel Jumat lalu, bersama ketua tim percepatan, Komnas HAM dan warga di pastikan semua berjalan lancer. Tapi sayang, adanya dugaan offside aturan yang dilakukan ITDC mencuat.

Ketua tim percepatan pembangunan Sirkuit MotoGP, Awan Haryono menyampaikan, dimana telah dibacakan rekomendasi Komnas HAM tiga hari setelah dibacakan kemudian diserahkan berkasnya kepada tim teknis, dan melakukan penelitian dan klarifikasi kepada tim.

 Kemudian Sabtu dan Minggu yang lalu telah dilakukan kroscek data, dokumen, kemudian cek lokasi untuk pengambilan titik koordinat dengan  pihak pertanahan dengan di pantau Komnas HAM.

Sementara, hasil klarifikasi awal akan disampaikan dengan sifatnya terbuka, bisa mengireksi dan mengganti apa hasilnya. Proyek nasional merupakan momentum kepercayaan nasional, dan apabila ini bisa berjalan tahun depan dan dampak positif yang luarbiasa di Lombok Tengah.

“3 tahun Lombok Tengah mengalami kemajuan akan sangat drastis, maka jangan samapai hilang momentum ini karena kerugaian juga akan dirasakan anak cucu kita , pastinya kami akan menyampaikan fakta dan data dari kedua belah pihak, ” terangnya.

Sementara, Pemantau Komnas HAM, Widodo Dwi Putro dalam keterangan persnya berdasarkan hasil di lapangan, kedua belah pihak sampai saat ini masih dilakukan komunikasi sesuai dengan rekomendasi.

Namun adanya areal rawa yang masuk dalam kepemilikan yang tercatat dalam titik koordinat. Pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut, dimana harusnya pemerintah tidak boleh menerbitkan surat kepemilikan yang ada di atas sungai atau rawa. Sesuai dengan PP 73 tahun 2013 tentang rawa, dimana adanya fungsi konservasi bahwa warga tidak boleh terbit atas tanah di atasnya karena fungsi konservasinya .

Ditambahkan Widodo yang juga merupakan dosen Fakultas Unram ini, menekankan dimana seharusnya Negara harus konsekuen dimana rawa tidak boleh ditimbun, apalagi untuk kepentingan komersial, fungsi rawa harus sesuai dengan yang sebenarnya yakni sebagai areal konservasi.

Katanya, saat warga tidak boleh atas nama, maka negara juga harus demikian tidak boleh menghilangkan fungsi konservasinya. “Maka ini ada pertanyaan besar kemudian ketika ITDC boleh membangun di atas rawa, dan kok bisa ada surat kepemilikan rawa,” sentilnya.

“Harusnya ini merupakan wewenang Ombudsman dalam mengkroscek adanya indikasi malpraktek dan kesalahan administrasi, ini bisa-bisa offside di mata hukum,” katanya.

Sementara, soal pelanggaran HAM yang terjadi yakni ketika pengerahan aparat berlebih sampai 800 personel merupakan pelanggaran HAM, apalagi sampai penggusuran paksa dan ini terjadi sebelum Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi. Kedepan harapanya bisa dilakukan dengan mediasi terbuka dan duduk bersama dalam penyelesaian persolan di masyarakat mengingat ini merupakan proyek skala nasional dengan hajatan internasional yang akan berdampak untuk masyarakat sekitar. (tim)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 539

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *